INI yang sering diperbincangkan banyak orang. Anies punya waktu paling luang dan panjang untuk berkampanye. Di saat kandidat lain terikat dengan jebatan, Anies bisa keliling Indonsia. Menyapa seluruh rakyat dengan semua gagasan untuk Indonesia masa depan.
Rekam jejak Anies membuatnya diterima di semua tempat. Bukan saja prestasi, tapi kemampuan Anies menyelesaikan banyak masalah di Ibu Kota dengan cara-cara yang dianggap elegan membuat rakyat mengapresiasinya.
Cara Anies menghadapi serangan dan tekanan dari pihak lawan, dari yang halus sampai yang kasar, menambah empati rakyat semakin besar.
Anies disambut begitu meriah dan gegap gempita di berbagai tempat. Seolah pilpres sudah dekat. Padahal masih lebih dari setahun lagi.
Anies hadir dengan wajah perubahan. Semua orang tahu dan menyadari itu. Itulah yang dibuktikan Anies di Jakarta. Itulah legacy Anies ketika membenahi Ibu kota. Mereka, rakyat yang mengingkan perubahan punya ekspektasi besar terhadap Anies.
Anies pasti paham, bahwa pemilu masih lama. Dia pasti atur nafas agar tenaganya cukup untuk menjangkau rakyat di seluruh tanah air. Gagasan-gagasan yang diungkapkan Anies masih terbatas dan diatur ritmenya agar tidak mudah dibaca lebih awal oleh lawan kemudian diplagiasi atau dicari kelemahannya.
Masyarakat Jakarta, sudah pasti dukung Anies. 83 persen masyarakat Jakarta yang dilayani Anies sewaktu Gubernur sudah merasa puas. Anies sadar bawa dia bukan hanya milik warga Jakarta. Anies sudah dianggap milik seluruh rakyat Indonesia yang menginginkan adanya perubahan.
Lihat antusiasme masyarakat Medan hari ini. Ini mengingatkan kita pada peristiwa Ramadhan di UGM. Anies hadir disambut layaknya seorang presiden. Begitu juga di Makassar. Jauh lebih meriah. Hanya karena kalah jumlah kamera dengan di Jogja, tidak terlalu viral.
Hari ini di Medan, Anies disambut sangat meriah. Puluhan ribu masyarakat antusias menyambutnya. Mulai kedatangan di bandara sampai ke tempat acara. Boleh dibilang ini sungguh luar biasa.
Sambutan di Medan hari ini mematahkan asumsi bahwa Anies selesai gubernur sudah tidak punya panggung lagi. Kenyataannya justru sebaliknya. Panggung Anies lebih lebar dan lebih tinggi. Panggung Anies tersedia dimana-mana setelah tidak terikat aturan sebagai gubernur. Anies punya kelaluasaan waktu. Anies juga bisa bicara dalam posisinya sebagai kandidat calon presiden. Anies tidak lagi bicara Jakarta, tapi Anies saat ini bicara tentang Indonesia masa depan.
Hingga tanggal 19 Oktober 2023 jadual dibukanya pendaftaran Pilpres, Anies punya waktu setahun untuk kampanye. Ini yang tidak dimiliki oleh kandidat lain. Para kepala daerah atau menteri harus curi-curi waktu jika ingin melakukan kampanye terselubung. Karena mereka terikat dengan sumpah jabatan.
Lahirnya wacana para menteri tidak perlu mengambil cuti ketika musim kampanye pilpres, sepertinya didorong karena fenomena Anies yang waktunya sedemikian bebas untuk berkampanye. Masyarakat memgasumsikan bahwa rencana kebijakan tersebut dalam rangka untuk mengimbangi Anies.
Dilihat polanya, selalu muncul kebijakan dan keputusan, bahkan aturan baru sebagai reaksi terhadap dinamika Anies.
Kali ini, baru Nasdem yang deklarasi Anies. Nasdem mengambil momen untuk branding partai dengan memanfaatkan heroesme Anies. Simbiosis mutualisme. Keduanya, yaitu Anies dan Nasdem, saling mengambil kesempatan dan keuntungan.
Jauh lebih besar massanya yang akan menyambut Anies jika PKS dan Demokrat juga segera mendeklarasikan Anies. Kalau tiga partai ini bergerak bersama para simpul-simpul relawan Anies dan start lebih awal, maka Indonesia akan masuk dalam suasana kampanye walaupun belum ada jadualnya. Kendati kemungkinan akan ada reaksi dari KPU dan pihak kepolisian.