Apa itu iman? Apa itu ihsan? Al-Qur’an dan Sunah Nabi saw., kaya akan penjelasan iman dan ihsan. Iman sebagai sisi dalam. Sebuah lorong abstrak, tidak nyata, dan mesti dinyatakan. Sedang ihsan merupakan sisi luar yang kasat mata, yang dapat dirasakan, dicontoh.
Karena sisi dalam, iman merupakan dunia diri yang hanya diri sendiri dan Tuhan yang mengetahui petanya. Orang lain tidak ada yang mengetahui, entah itu wali, entah orang suci, apalagi paranormal. Semesta diri adalah lorong rahasia antara si pelaku dengan Tuhan. Sebuah gejolak nurani, yang senantiasa mengingatkan kita, tatkala kita melenceng dari rel kebenaran. Tatkala kita berlaku serong pada makhluk. Tatkala kita memuja dan menuruti ambisi. Tatkala kita malu atau tidak suka orang lain mengetahui.
Nabi saw. bersabda, “Kebajikan itu ialah budi pekerti luhur, dan dosa ialah sesuatu yang terbetik dalam dadamu dan kamu tidak suka orang lain mengetahuinya.”
Sehingga jelas sudah, manusia berpotensi untuk selalu memenangkan Tuhan, memenangkan suara nurani. Bisma seutuh umur tak menuruti keinginannya. Ia bersetia pada sumpah yang hendak meneguhkan kerajaan Hastina. Karna rela dihujat demi kesetiaannya memegang ucapan. Drupadi berkorban demi keluhuran keluarga Pandawa. Dan, Yudhistira seumur hidup mengesampingkan dusta, persis Abu Bakar Ash-Shidiq, sahabat Nabi saw., yang selalu berkata lurus. Syahdan, dari Mahabharata itu, lantas masihkah kita bersetia hanya akan menjaga harga diri? Yang hanya bertuhankan Dia, yang maha terbandingkan itu?