Pada saat bersamaan, inflasi menjadi soalan dilematis. Pemerintah dan Bank Indonesia pasti akan berupaya keras menahan laju inflasi, sekurangnya tidak melampui 5%. Laju pertumbuhan implisit PDB (inflasi yang dihadapi produsen) akan di kisaran 3-4%. Dengan skenario pertumbuhan ekonomi sekitar -1,5% di atas, maka PDB nominal hanya di kisaran Rp16.350 triliun.
PDB menurut harga berlaku tahun 2020 kemungkinan menjadi tetap lebih besar dibanding tahun 2019. Namun hal itu karena kontribusi inflasi. Jika inflasi lebih dari 5%, maka PDB baru akan dapat mencapai asumsi outlook 18 Mei. Bisa dipastikan tidak akan sebesar prakiraan versi Perpres.
Singkat kata, kita tidak sedang bicara tentang defisit 5,07% (versi Perpres) ataupun 6,27% (versi outlook 18 Mei), melainkan mengarah pada 6,73%. Dan jika defisitnya seperti prakiraan penulis, yakni Rp1.100 triliun. Tampaknya kita terpaksa berdiskusi tentang angka psikologis rasio defisit yang baru, yakni 7%.
Baiklah, pendapatan akan turun akibat pendemi. Setuju, belanja meningkat karena kebutuhan mitigasi. Akibatnya, defisit melebar. Namun, mau seberapa lebar? Dan yang paling penting, jelaskan kepada publik secara lebih lugas tentang perhitungannya. Kondisi sulit bukan berarti segalanya dipasrahkan begitu saja kepada segelintir orang. Kita sedang bicara nasib semua rakyat, lintas generasi.