Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Kolom

Demokrasi dalam Bingkai Kebudayaan

:: Adib Achmadi
17 Mei 2022
dalam Kolom
korupsi dan kebudayaan
Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

MALING, bagi masyarakat pada umumnya adalah perbuatan cela. Pelakunya akan mendapat sanksi keras baik fisik maupun moral. Perbuatan ini cenderung tak mendapat toleransi masyarakat. Jangankan maling dalam jumlah besar, pencopet yang terbilang receh jika ketahuan akan babak belur oleh amukan massa.

Boleh dipastikan urusan copet atau maling, rasa peduli masyarakat cukup besar. Pergerakan mereka tak perlu komando.  Warga tak perlu edukasi untuk menangkap maling sebetapapun jumlahnya tak material.

Satu pertanyaan menarik mengapa pada korupsi tidak terjadi hal yang sama. Mengapa koruptor tidak menimbulkan amarah besar pada masyarakat. Mengapa ada permakluman besar pada perilaku korupsi, padahal apa bedanya?

Toleransi masyarakat terjadi tidak hanya pada kasus korupsi dalam penyelenggaraan pemerintahan, melainkan juga pada pelanggaran politik. Sebagai contoh, mereka yang sudah terbukti korupsi masih mendapatkan dukungan masyarakat ketika mengikuti kontestasi politik.

BACAJUGA

Penutupan Sekolah Demokrasi

Penutupan Sekolah Demokrasi: Situasi Demokrasi Indonesia Sangat Panas

26 Juni 2022
24 Tahun Reformasi

24 Tahun Reformasi dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia

31 Mei 2022

Kandidat yang tengah dalam urusan kasus korupsi masih bisa memenangkan kontestasi. Partai yang jumlah kadernya rekor dalam kasus korupsi masih bisa mendapatkan dukungan dan bahkan memenangkan pemilihan.

Di lapangan, praktek money politik dianggap hal biasa. ‘Tiket kedaulatan’ yang begitu agung dalam demokrasi diperjualbelikan dengan murah dan penuh permakluman. Riuh pemilu bukan lagi ajang pesta rakyat, melainkan pesta kandidat. Pemilik kedaulatan tak berdaya menghadapi kedigdayaan barisan para kandidat sehingga mereka tampak seperti kawula dihadapan para ‘gusti’.

Jelaslah, situasi seperti ini melawan elan demokrasi.  Secara faktual kedaulatan milik kandidat, bukan rakyat. Di tangan mereka akhirnya negara ini dikuasai dan diarahkan. Dan hari hari ini pemilik sah  kedaulatan hanya menjadi penonton tak berdaya menyaksikan panggung sosial politik dimainkan sepenuhnya para kandidaat yang telah menjadi wakil rakyat.

Mengapa demikin ini bisa terjadi? Persoalannya korupsi dan masalah demokrasi pada kenyataannya belum menjadi suatu nilai yang diterima masyarakat.

Keberadaan korupsi misalnya, belum masuk dalam lingkar inti kebudayaan sehingga bisa dipahami sama seperti maling atau copet. Sama halnya dengan ide kedaulatan yang belum menjadi pemahaman yang mendalam dalam Rahim kebudayan.

Makna kedaulatan terasa masih berjarak dalam kehidupan masyarakat sehingga tiket suara dengan mudah dijualbelikan dengan begitu murah.

Menyehatkan demokrasi tak lain tak bukan adalah mengembalikan pada konsep dasarnya: kedaulatan rakyat. Posisi rakyat harus dikembalikan pada tempatnya sebagai subyek atau tuan dalam tatanan demokrasi.

Rakyat harus berdaya dan menentukan. Itu artinya pandangan demokrasi harus menjadi bagian dari pandangan hidup masyarakat yang bukan hanya prosedur tapi sampai pada substansi dan nilai-nilai demokrasi.

Dengan kata lain demokrasi harus menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat. Hanya dengan cara itu demokrasi menjadi punya ruh di tengah masyarakat.

Pada posisi demokrasi telah menjadi bagian dari kebudayan, rakyat akan terlibat aktif dan akan berpartisipasi secara alamiah.

Sebagai tuan yang ‘memegang saham’ penuh kedaulatan, rakyat akan rewel dan marah ketika terjadi penyimpangan semisal korupsi atau penyalahgunaan wewenang. Kemarahan itu seperti layaknya amarah warga mensikapi copet atau maling ayam.

Jika hari ini dan seterusnya kita belum berhasil membangun demokrasi sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat, bangsa ini tak akan pernah sampai pada negara demokrasi yang diharapkan. Kehidupan demokrasi akan terus compang camping dan makin dimainkan oleh segelintir orang dengan segala kepentingannya.

Tentu, proyek internalisasi nilai demokrasi menjadi bagian dari kebudayaan adalah langkah tak mudah. Tapi masalahnya tak ada jalan lain. Jika demokrasi tak sebangun dengan kebudayaan, rakyat tak akan menjadi subyek demokrasi.

Pendidikan politik pemilih harus dilakukan secara masif dan terstruktur. Segala daya upaya harus diprioritaskan menuju ke sana, kecuali ketimpangan politik sengaja dipertahankan untuk kepentingan kepentingan diluar demokrasi

Editor: Lukni
Topik: DemokrasiKorupsi
Adib Achmadi

Adib Achmadi

Praktisi pendidikan, tinggal di Slatri, Brebes

POS LAINNYA

kekuasaan allah
Kontemplasi

Tanda Kekuasaan Allah, Bagi Kaum yang Berfikir

4 Juli 2022
hukum dan peraturan
Kolom

Pondasi Republik: Perbedaan Hukum dan Peraturan

4 Juli 2022
Membudayakan Membaca pada Anak (Bagian Satu)
Kisah Umi Ety

Membudayakan Membaca Pada Anak (Bagian Lima)

2 Juli 2022
batik menjadi tirakat
Kolom

Batik Menjadi Tirakat

1 Juli 2022
Dongeng Utang Indonesia (Bagian Lima)
Analisis Awalil Rizky

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Lima)

1 Juli 2022
amalan hari jumat
Risalah

5 Keutamaan dan 5 Amalan di Hari Jumat

1 Juli 2022
Lainnya
Selanjutnya
konsolidasi relawan anies jateng

Konsolidasi Relawan Anies Jateng, Anies Baswedan Pilihan Tepat

Menghadapi Tantangan Inflasi, Hergun Dorong Penguatan Program Perlindungan Sosial

Menghadapi Tantangan Inflasi, Hergun Dorong Penguatan Program Perlindungan Sosial

TRANSLATE

TERBARU

batubara

Permintaan Batubara Eropa Meningkat, Apakah Industri Tambang Indonesia Siap?

4 Juli 2022
5 Cara Perusahaan Mengurangi Beban Ganda Ibu Pekerja

5 Cara Perusahaan Mengurangi Beban Ganda Ibu Pekerja

4 Juli 2022
Dongeng Utang Indonesia (Bagian Enam)

Dongeng Utang Indonesia (Bagian Enam)

4 Juli 2022
Deklarasi ANIES NTB: Anies Sosok Pemimpin yang Paling Dibutuhkan Indonesia

Deklarasi ANIES NTB: Anies Sosok Pemimpin yang Paling Dibutuhkan Indonesia

4 Juli 2022
kekuasaan allah

Tanda Kekuasaan Allah, Bagi Kaum yang Berfikir

4 Juli 2022
hukum dan peraturan

Pondasi Republik: Perbedaan Hukum dan Peraturan

4 Juli 2022
khitan massal nu genuk

Khitan Massal NU Genuk Diikuti 44 Peserta, Tangisan Anak Pecah

3 Juli 2022

SOROTAN

Anies Bukan Pemimpin Biasa
Opini

Anies Bukan Pemimpin Biasa

:: Redaksi
3 Juli 2022

Penulis: Laode Basir, Koordinator Relawan ANIES TIAP orang memang merupakan pemimpin. Sekurangnya memimpin keluarga atau dirinya sendiri. Beberapa diantaranya diberi...

Selengkapnya
Anies Sunny Tanuwidjaja

Sunny yang Membelot, Anies yang Dirisak

2 Juli 2022
Walau Ibukota Pindah, Kami Tak Akan Tinggalkan Jakarta Dalam Keadaan Darurat Tenggelam

Walau Ibukota Pindah, Kami Tak Akan Tinggalkan Jakarta Dalam Keadaan Darurat Tenggelam

1 Juli 2022
anies holywings

Anies, Holywings dan Lidah Buzzer yang Kelu

30 Juni 2022
minyak goreng dan pertalite melalui aplikasi

Pembelian Pertalite dan Migor Melalui Aplikasi Berpotensi Timbulkan Kegaduhan

30 Juni 2022
Pasca Covid-19, Ledakan Bonus Demografi Jadi Tantangan Sekaligus Ancaman

Pasca Covid-19, Ledakan Bonus Demografi Jadi Tantangan Sekaligus Ancaman

30 Juni 2022
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Risalah
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Sastra
  • Khazanah
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang