BARISAN.CO – Virus Ebola kembali muncul di Republik Demokrat Kongo. Kasus ini mencuat ketika pemerintah negara di Afrika Tengah tersebut mengumumkannya pada Minggu (7/2).
Menteri Kesehatan Kongo Eteni Longondo menyampaikan seorang wanita di dekat kota Butembo, Provinsi Kivu Utara menunjukkan gejala pada 1 Februari. Dia meninggal setelah dirawat intensif di rumah sakit di Butembo.
Sebelumnya suaminya pernah tertular virus pada wabah sebelumnya di 2020, namun selamat dan hidup sampai sekarang.
Menurut penelitian New England Journal of Medicine, virus Ebola bisa hidup di air mani pria yang selamat selama lebih dari tiga tahun. Mungkin ini penyebab wanita tersebut terinfeksi.
Munculnya kasus baru di negara tersebut membuat pemerintah Kongo frustasi. Pasalnya Ebola juga mewabah pada tahun lalu bersamaan dengan pandemi Covid-19. Kasus merebak selama kurang lebih enam bulan di Provinsi Equateur.
Pemerintah kemudian mevaksinasi 40.000 warganya dan mampu membantu mengekang penyebaran penyakit tersebut. Pada 18 November 2020 mereka pun mengumumkan wabah sudah berakhir. Ebola telah menginfeksi 133 warganya dan 55 diantaranya tewas.
Sementara berdasarkan laporan Worldmeters per tanggal 8 Februari, kasus Covid-19 di Kongo telah mencapai 23,599 dengan 681 kematian.
“Meskipun ada harapan dari identifikasi awal infeksi ini dapat membantu mengatasi dengan cepat, namun meluasnya Covid-19 akan menambah tekanan bagi pemerintah,” ujar Jason Kindrachuk, peneliti di Universitas Manitoba Kanada. Jason telah meneliti wabah Ebola di Afrika Barat sejak 2014 hingga 2016.
Penemuan kasus Ebola ini bisa menjadi wabah kedua belas di Kongo sejak virus itu ditemukan di dekat Sungai Ebola tahun 1976. Organisasi kesehatan dunia mencatat kasus Ebola di Kongo, dua kali lipat lebih parah dari negara lain di benua Afrika.
Jika seseorang terinfeksi Ebola akan menunjukkan gejala demam, sakit kepala, batuk, nyeri otot, muntah, diare, ruam pada kulit, penurunan berat badan, gagal ginjal dan hati, serta perdarahan baik internal maupun eksternal.
Infeksi virus Ebola memang dikenal paling mematikan di dunia. Menurut WHO rata-rata tingkat kematian Ebola adalah 50 persen tapi bisa meningkat hingga 90 persen.
Ancaman Infeksi Virus di Masa Depan
Munculnya kasus Ebola ini menjadi alarm bagi manusia bahwa ancaman infeksi virus adalah nyata. Sebelum menjadi pandemi, Covid-19 juga hanya menjadi epidemi di China. Karena mobilisasi manusia, Covid-19 kini merebak hingga seluruh dunia.
Bisa jadi, virus Ebola yang mengerikan itupun bisa meluas jika tidak ditangani dengan serius. Akses berpindah dari suatu tempat yang makin mudah dan perubahan iklim yang membuat virus berkembang biak, bisa menjadi ancaman bagi keberlangsungan hidup manusia di masa depan.
Belum lagi jika virus, bakteri, dan patogen lainnya yang sedang diteliti di laboratorium-laboratorium bocor. Atau yang lebih ekstrem lagi jika dijadikan sebagai senjata biologi untuk membunuh, melukai dan melumpuhkan musuh.
Selama lebih dari satu dekade, dunia menghadapi berbagai wabah seperti SARS, MERS, Flu Burung, dan Flu Babi. Bahkan selama pandemi Covid-19 telah ditemukan virus baru lainnya seperti Noranovirus, Hanta, dan Nipah.
Sampai hari ini saja, manusia belum bisa mengatasi berbagai penyakit yang disebabkan patogen mematikan. Di antaranya pneumonia, HIV/AIDS, demam berdarah, dan malaria.
Para peneliti dan pakar kesehatan percaya jika vaksin bisa menjadi solusi. Tapi kita tidak bisa terus menerus bergantung dengan vaksin. Pembuatan vaksin saja butuh waktu yang lama. Selain itu juga ada efek sampingnya.
Vaksin Sinovac misalnya. Baru ada setelah beberapa bulan pandemi berlangsung. Efektivitasnya hanya 65 persen dan tidak bisa disuntikkan ke semua orang. Sinovac akan berbahaya jika digunakan pada orang-orang yang mempunyai penyakit penyerta.
Jum’at kemarin, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan sekitar 170 tenaga kesehatan (nakes) gagal divaksinasi. Penyebabnya adalah sudah pernah terkena Covid-19 dan hipertensi.
Nakes saja ada masalah kesehatan, bagaimana dengan masyarakat biasa yang mayoritas gaya hidupnya lebih ngawur?
Kembali ke Jalan yang Benar
Manusia didesain dengan sangat sempurna. Di dalam tubuhnya terdapat organ-organ, jutaan sel, enzim, hormon, dan berbagai zat lainnya yang bisa melawan musuh.
Contohnya hati berfungsi sebagai penawar racun dan ginjal bertugas menyaring limbah-limbah dalam darah. Bahkan bulu-bulu yang tumbuh di tubuh manusia berfungsi untuk mencegah masuknya kuman.
Yang paling penting, manusia memiliki antibodi sebagai benteng pertahanan dari infeksi kuman. Senyawa kimia alami ini merupakan protein berukuran besar berbentuk huruf Y yang digunakan sistem imun untuk mengidentifikasi dan menetralkan benda asing.
Semua itu akan bekerja secara harmoni jika manusia bisa merawatnya dengan penuh kasih sayang. Memberinya makanan yang baik, minuman yang cukup, mengistirahatkannya dengan tidur, menggerakkannya untuk melatih otot dan melancarkan sirkulasi darah serta oksigen.
Satu hal yang harus kita sadari, di dunia ini kita hidup tak sendiri. Ada makhluk hidup lain yang hidup di sekitar, bahkan hidup di dalam tubuh. Menurut penelitian ada jutaan bakteri dalam perut kita. Escherichia coli (E. coli) salah satunya. Ia merupakan bakteri yang hidup di dalam usus untuk menjaga kesehatan pencernaan.
Bakteri dan virus bisa masuk melalui hidung dan mulut. Lewat udara, makanan dan minuman. Mereka bisa saja bersifat patogen jika tubuh kita tak bisa menghasilkan antibodi sendiri.
Meski ada yang berbahaya, yakinlah jika mereka diciptakan karena suatu alasan. Seorang ahli epidemiologi di Universitas Wisconsin-Madison, Tony Goldberg mengatakan jika semua virus tiba-tiba menghilang, dunia akan menjadi tempat indah selama sekitar satu setengah hari. Kemudian kita semua bisa mati.
Susana Lopez Charreton, ahli virus di Universitas Otonomi Nasional Meksiko juga mengungkapkan hal yang sama. “Kita hidup dalam keseimbangan, dalam keseimbangan yang sempurna. Saya pikir kita akan selesai tanpa virus,” ujarnya seperti yang dikutip dari website Mahadaya Institute.
Jadi virus merupakan penopang kelangsungan hidup manusia. Seperti halnya laut, gunung, awan, planet-planet, bintang-bintang, meteor, komet, matahari, pohon, dan para hewan. Ekosistem ini akan seimbang dan selaras jika kita tidak merusaknya.
“Kerusakan ekosistem tubuh akan terjadi jika manusia memasukkan zat makanan dan minuman yang tak natural, misal hasil rekayasan genetika. Selain itu juga pikiran dan emosi yang penuh ketakutan, kecemasan dan kemarahan,” ujar pakar kesehatan holistik Setyo Hajar Dewantoro.
Maka ‘kembalilah ke jalan yang benar’ agar selamat dari infeksi virus dan bakteri yang berbahaya. []
Diskusi tentang post ini