Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Ekonom: Kondisi Stabilitas Keuangan Bergantung kepada SBN

Redaksi
×

Ekonom: Kondisi Stabilitas Keuangan Bergantung kepada SBN

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Otoritas ekonomi mengklaim sistem keuangan saat ini dalam kondisi stabil. Namun, ekonom Awalil Rizky dalam webinar yang diselenggarakan oleh Pusat Belajar Rakyat menilai ada kerentanan “tersembunyi” yang bisa dicermati pada beberapa aspek rinci dari sistem keuangan.

Salah satu penyebabnya berupa makin berkaitannya hubungan keuangan antar entitas pelaku, serta dengan kondisi keuangan negara. Hubungannya telah sedemikian rupa, yang meningkatkan risiko penularan jika kondisi buruk terjadi pada satu pihak.

Awalil mengibaratkan sistem keuangan serupa darah dan sistem peredaran darah dalam tubuh manusia. Kecukupan, kelancaran atau tensinya sangat menentukan kesehatan perekonomian.

Dominasi instrumen surat utang atau Surat Berharga Negara (SBN) berakibat kondisi peredaran darah menjadi kurang sehat. Hal itu antara lain tergambar pada porsi kepemilikan SBN yang makin besar pada portofolio hampir seluruh entitas industri keuangan.

Dikatakannya terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada portofolio bank umum, dana pensiun, dan asuransi. Pada waktu bersamaan, porsi kepemilikan Bank Indonesia (BI) meningkat drastis. Keseluruhannya mengakibatkan terhambatnya “aliran darah” bagi sektor riil.

Sebagaimana diketahui, BI memang telah memiliki SBN sebelum pandemi, yang diperolehnya melalui pasar sekunder. Nilainya lebih merupakan kebutuhan operasi moneter. Ketika pandemi, BI diputuskan untuk ikut membeli di pasar perdana, dan dalam nilai yang sangat besar.

“Kita lihat fenomena penerbitan SBN secara besar-besaran selama era pandemi ini sangat berpengaruh pada dinamika perekonomian. Mengubah secara drastis portofolio aset atau investasi dari pelaku keuangan. Bahkan, dari sisi pasar pasar modal, kapitalisasinya meningkat pesat pada tahun 2020. Padahal, saat bersamaan kapitalisasi pasar saham justru menurun,” kata Awalil pada Rabu (24/11/2021).

Kapitalisasi pasar saham dihitung dari jumlah saham dikalikan harganya pada tanggal tertentu. Dalam paparannya tersebut, kapitalisasi saham hanya Rp6.970 triliun pada akhir tahun 2020. Angka itu turun dibanding tahun 2019 yang mencapai Rp7.265 triliun.

Surat Utang

Sedangkan nilai kapitalisasi surat utang negara (SUN) justru meningkat. Dari Rp2.752 triliun menjadi Rp3.870 trilun.

Awalil menyebut nilai perdagangan surat utang negara itu makin lebih besar nilainya dibandingkan dengan saham. Ia menambahkan hal itu sebenarnya telah mulai terjadi sebelum pandemi.

Ia juga menjelaskan tentang pasar modal Indonesia yang kini lebih merupakan sumber sumber pendanaan dalam bentuk surat utang (obligasi) daripada penerbitan saham. Sumber pendanaan yang diperoleh melalui obligasi mencapai Rp1.495 triliun pada tahun 2020. Sekitar 95 persennya berupa SBN. Obligasi koorporasi hanya sebesar Rp86,96 triliun.

Sedangkan perolehan dana dari penerbitan saham oleh korprasi hanya sebesar Rp5,58 triliun. Ditambah dengan instrumen lainnya, seperti HMTED dan waran, seluruh nilainya sekitar Rp40 triliun.

“Salah satu masalah pasar modal kita ramai berdagangnya, ramai gorengannya, akan tetapi jumlah barang yang diperdagangkan tidak bertambah signifikan. Jadi, intensitas dan kuantitas perdagangan yang meningkat, bukan sebagai sumber pendanaan. Akibatnya, indeks saham sangat fluktuatif, dan rentan untuk turun drastis sewaktu-waktu,” tutur Awalil.

Awalil menilai dominasi kondisi stabilitas keuangan yang makin bergantung pada SBN tidak tampak dalam laporan Komisi Stabilitas Sistem Keuangan. Sehingga itu dapat menyamarkan kondisi yang sebenarnya cukup rentan. [rif]