Scroll untuk baca artikel
Berita

Ekonom Yanuar Rizky Soroti Potensi Benturan Kepentingan dalam Keterlibatan Ray Dalio di Danantara

×

Ekonom Yanuar Rizky Soroti Potensi Benturan Kepentingan dalam Keterlibatan Ray Dalio di Danantara

Sebarkan artikel ini
Ray Dalio
Ilustrasi

Apakah seorang investor asing bisa mengakses informasi strategis negara tanpa menjadi bagian dari pemerintah? Polemik Ray Dalio di Danantara membuka kembali pertanyaan penting soal batas antara investasi dan kedaulatan.

BARISAN.CO — Ekonom dari Bright Institute, Yanuar Rizky, menyampaikan pandangannya terkait polemik keikutsertaan investor global Ray Dalio dalam Badan Pengelola Investasi Danantara.

Menurutnya, isu utama bukan sekadar posisi Dalio, tetapi potensi benturan kepentingan dan pelemahan kedaulatan negara melalui mekanisme privatisasi aset BUMN.

Polemik ini bermula ketika pada Rabu (28/5/2025), Bloomberg melaporkan bahwa Ray Dalio tidak bersedia menjadi anggota Dewan Penasihat Danantara.

Kabar tersebut segera dibantah oleh Rosan Roeslani dari pihak Danantara. Dua hari kemudian, Dalio mengunggah kutipan bertema meritokrasi di akun Instagramnya yang menyatakan, “Don’t use your pull to get someone a job”.

Postingan itu ditafsirkan oleh sejumlah pihak sebagai sindiran terhadap praktik nepotisme, dan sempat dianggap sebagai alasan Dalio menolak posisi di Danantara.

Namun, dalam surat resmi berkop Danantara tanggal 4 Juni 2025, Dalio menegaskan bahwa tidak ada perubahan dalam kemitraannya dengan lembaga tersebut.

Ia menyatakan tetap menjadi penasihat sukarela, tidak dibayar, dan tidak terikat struktur korporasi.

Menanggapi hal tersebut, Yanuar Rizky menekankan bahwa persoalan utama bukan pada apakah Dalio dibayar atau tidak, melainkan aksesnya terhadap informasi strategis negara.

“Secara hukum pasar modal, dia tetap dikategorikan sebagai pemilik Informasi Orang Dalam (IOD), dan pihak seperti itu dilarang melakukan transaksi yang menimbulkan konflik kepentingan,” ujar Yanuar dalam opini di Barisandata.co.

Yanuar juga mengingatkan bahwa keterlibatan investor asing dalam pengelolaan aset negara berpotensi merugikan publik. “UU Pasar Modal di negara manapun jelas mengharamkan afiliasi yang menciptakan transaksi benturan kepentingan. Kalau hal ini terjadi, publik akan dirugikan, terutama pencari kerja yang sedang menghadapi tekanan ekonomi,” katanya.

Ia juga mengkritik kerangka hukum yang membentuk Danantara. Menurutnya, lembaga tersebut telah kehilangan status sebagai penyelenggara negara karena dikonstruksi sebagai entitas korporasi yang menerima inbreng atau hibah aset BUMN.

Padahal, BUMN merupakan kekayaan negara yang didanai dan dilaporkan dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP).

“Privatisasi menyeluruh terhadap aset negara dengan menjadikan Danantara sebagai entitas non-negara melemahkan peran negara secara kelembagaan,” tegas Yanuar.