Scroll untuk baca artikel
Blog

Ekonomi Kita dalam Jebakan Serius

Redaksi
×

Ekonomi Kita dalam Jebakan Serius

Sebarkan artikel ini

Investasi di sektor komoditi ekstraktif seperti tambang dan sawit tersebut akhirnya sebabkan penurunan kepemilikan lahan per kapita kita. Dari data Susenas tahun 1980 kita masih 1, 05 ha sekarang tinggal 0,33 ha.

Kita tak hanya mengalami penurunan per kapita penguasaan lahan dan penyerobotan tanah secara masif, tapi juga kerusakan lingkungan dan masalah kendali harga. Indonesia adalah menjadi negara tercepat dalam proses penggundulan hutan ( deforestasiasi).

Kita jadi negara produsen sawit terbesar dunia, tapi kita bukan sebagai pembentuk harga. Harga harga komoditi itu ditentukan secara oligopolistik pasar internasional. Nilai tambah ekonominya tak lagi dapat dinikmati oleh rakyat.

Ketergantungan terparah adalah pada sisi konsumsi. Dikarenakan penguasaan lahan per kapita kita telah terus diserobot oleh konglomerat nasional dan perusahaan multinasional, maka apa yang kita makan menjadi bergantung pada importasi. Sebut saja misalnya kedelai, kita bergantung 86 persennya dari Amerika Serikat dan 12 persen dari Canada.

Petani telah kehilangan lahan untuk bercocok tanam, tak lagi mampu meningkatkan kesejahteraan mereka. Kebijakan kuno paket input seperti subsidi, bantuan menguap sebelum sampai kepada mereka. Mereka para petani gurem dam buruh tani yang memproduksi beras adalah menjadi pembeli beras pertama ketika paceklik tiba.

Petani kita menjadi petani gurem dengan penguasaan lahan yang sangat sempit dan buruh tani yang hanya andalkan tenaga. Hingga saat ini buruh tani kita jumlahnya adalah 74 persen dari jumlah petani kita.

Dikarenakan apa yang kita makan tak lagi kita produksi sendiri pada akhirnya kita terancam serius dalam pengendalian total para kapitalis global yang berkongkalikong dengan konglomerat importir pangan nasional dan para birokrat. Kita jadi bangsa bayang bayang dari bangsa lain.

Penulis jadi teringat pada kata Bung Hatta, pendiri republik ini, sangat tegas dikatakan ” lebih baik bangsa ini ditenggelamkan saja ke dasar lautan jika hanya jadi bayang bayang dari bangsa lain”.

Jakarta, 13 Desember 2022