Kesehatan

Ekonomi Tambah Sulit, Prevalensi Tekanan Darah Tinggi di Era Jokowi Ikut Naik

Anatasia Wahyudi
×

Ekonomi Tambah Sulit, Prevalensi Tekanan Darah Tinggi di Era Jokowi Ikut Naik

Sebarkan artikel ini
tekanan darah tinggi
Ilustrasi: Shutterstock/Kotcha K.

Berdasarkan Riskesdas tahun 2018, dari 34 provinsi terdapat 7 provinsi yang prevalensinya berada di atas rata-rata nasional.

BARISAN.CO – Sering disebut sebagai “silent killer” karena tidak menunjukkan gejala, inilah yang membuat deteksi dini penyakit darah tinggi alias hipertensi sangat penting.

Tidak menunjukkan gejala, penyakit ini justru meningkatkan risiko penyakit jantung, gagal jantung, stroke, dan lain-lain. 

Hipertensi adalah tekanan darah yang secara konsisten lebih tinggi dari 140 di atas 90 milimeter air raksa (mm Hg).

Pembacaan sistolik 130 mm Hg mengacu pada tensi saat jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Pembacaan diastolik 80 mm Hg mengacu pada tekanan saat jantung berelaksasi dan mengisi ulang darah.

Ketika tekanan darah seseorang mencapai 180/120 mm Hg, dia berada dalam keadaan darurat medis.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi penduduk Indonesia yang menderita tekanan darah tinggi sebesar 34,1% atau naik 3,2% dari tahun 2016.

Dibandingkan era Presiden SBY (Susilo Bambang Yudhoyono), prevalensi tekanan diri tinggi jauh lebih tinggi di era Presiden Jokowi (Joko Widodo).

Riskesdas tahun 2018 juga menunjukkan, dari 34 provinsi, terdapat 7 provinsi yang prevalensinya berada di atas rata-rata nasional.

Provinsi dengan prevalensi tertinggi ialah Kalimantan Selatan sebanyak 44,1%.

Sementara, Papua merupakan provinsi dengan prevalensi terendah di Indonesia yaitu sebesar 22,2%.

Melansir Medical News Today, hipertensi jangka panjang dapat menyebabkan komplikasi melalui aterosklerosis, di mana plak berkembang di dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan.

Penyempitan ini memperburuk hipertensi karena jantung harus memompa lebih keras untuk mengedarkan darah.

Aterosklerosis terkait hipertensi dapat menyebabkan:

  1. gagal jantung dan serangan jantung
  2. aneurisma, atau tonjolan atipikal di dinding arteri yang bisa pecah
  3. gagal ginjal
  4. stroke
  5. amputasi
  6. retinopati hipertensi pada mata, yang dapat menyebabkan kebutaan

Pemantauan tensi darah secara teratur dapat membantu orang menghindari komplikasi yang lebih parah ini.

Relaksasi fisik dan latihan pernapasan yang menenangkan dapat membantu menurunkan tekanan darah saat stres ekstrem.

Mengonsumsi obat-obatan yang relevan dan mempraktikkan gaya hidup sehat sering kali jadi cara tercepat untuk menurunkan tekanan darah dalam jangka pendek hingga menengah. [dmr]