Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Eksploitasi Anak, Mengikis Masa Depan Anak

Redaksi
×

Eksploitasi Anak, Mengikis Masa Depan Anak

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Betapa berharganya seorang anak dikala kita mampu menjadikan mereka sebagai aset dalam kehidupan kita. Apalagi kita menjadikannya sebagai generasi tangguh, saleh dan solihah. Tentunya dengan pemberian pendidikan dan pola asuh yang tepat. Maka mendorong kita sebagai orang tua untuk menempuh langkah–langkah yang tepat pula dalam meraih tujuan yang akan kita capai.

Pemberian pendidikan dengan menempuh langkah yang tepat sebagai upaya untuk menjaga supaya tidak terjadi kerusakan kondisi masa depan anak.

Sebagaimana dilansir dari liputan6.com (5/5/2021), Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Ai Maryati Solihah menyampaikan temuan KPAI tentang anak korban eksploitasi dan pekerja anak selama Januari hingga April 2021.

Menurutnya pada 2020 saja tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dan eksploitasi mencapai 149 kasus. Rinciannya, 28 kasus perdagangan, 29 kasus prostitusi anak, eksploitasi seksual komersial anak (ESKA) 23 kasus, 54 korban pekerja anak, korban adopsi ilegal 11 kasus, dan anak terlibat dalam TPPO 4 kasus.

Selain itu, masalah pekerjaan buruk bagi anak juga menjadi laporan yang memprihatinkan, kata Ai. Seperti meningkatnya anak pemulung, anak sebagai pekerja seks komersial, anak kerja di jalanan, asisten rumah tangga, dan anak yang bekerja di sektor pertanian.

Hal ini diduga akibat krisis pengasuhan keluarga, semakin tingginya penyalahgunaan teknologi berbasis elektronik sehingga anak rentan dimobilisasi, dimanfaatkan, dan dieksploitasi secara seksual.

Kini sejak Januari sampai April 2021 angka TPPO dan eksploitasi melalui prostitusi pada anak belum menunjukkan penurunan. Dari 35 kasus yang dimonitor KPAI, 83 persen merupakan kasus prostitusi, 11 persen eksploitasi ekonomi dan perdagangan anak,” kata Ai dalam diskusi daring KPAI,”.

Persoalan eksploitasi ini tak kunjung henti bahkan tak menemukan jalan terang meskipun berbagai upaya dilakukan untuk meminimalisir kasus ini. Sangat miris memang melihat kenyataan dibalik fenomena kasus ini. Lantas peran apa bagi kita sebagai orang tua?

Tidak cukup bagi kita menyaksikan kenyataan yang memilukan ini tetapi kita butuh memahami akar persoalan dibalik itu semua agar kita tidak salah langkah dalam mengambil kebijakan.

Akar persoalan terletak pada asas yang selama ini dipakai sebagai penentuan kebijakan yaitu sekulerisme-kapitalis yang menjadikan perbudakan terhadap anak berjalan dan terus terjadi. Asas ini melahirkan kebebasan dan meraih materi sebesar-besarnya meskipun merugikan pihak lain termasuk anak.