BARISAN.CO – Laporan terbaru Panel Lintas Pemerintah untuk Perubahan Iklim (Intergovernmental Panel on Climate Change/IPCC), tanggal 9 Agustus 2021 kemarin, memperkirakan dalam 20 tahun ke depan suhu global bakal naik 1,5 derajat celsius. Angka ini bisa membuat bumi sekarat.
Oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) António Guterres, laporan IPCC disebutnya sebagai “kode merah bagi kemanusiaan.”
Valérie Masson-Delmotte, Wakil Ketua Kelompok Kerja I IPCC menyebut suhu bumi saat ini rata-rata telah naik 1,1 derajat Celsius dibandingkan periode 1850-1900.
“Kami sekarang memiliki gambaran yang lebih jelas tentang iklim masa lalu, sekarang, dan masa depan. Itu juga yang lebih penting untuk memahami apa yang akan terjadi, apa yang bisa dilakukan, dan bagaimana kita bisa bersiap,” ujarnya, dikutip dari Kompas.
Kalau simulasi IPCC benar, dan kalau para pemimpin dunia tidak segera ambil sikap, dampak kenaikan suhu global akan dirasakan meningkat di semua wilayah dalam beberapa dekade mendatang.
Jika misalnya suhu bumi naik 1,5 derajat dari rata-rata saat ini, akan terjadi pengikisan es di Kutub Utara dan Selatan hingga tinggi permukaan lautan (sea level) meningkat rata-rata 3,7 milimeter per tahun. Musim panas lebih panjang dan musim dingin lebih pendek.
Jika suhu bertambah 2 derajat celsius, siklus air akan makin intensif, yang itu berarti curah hujan lebih tinggi dan potensi banjir lebih intens di banyak wilayah. Selain itu gelombang panas ekstrem akan lebih sering mencapai ambang batas toleransi kritis. Kekeringan di berbagai wilayah akan terjadi.
Mengapa laporan IPCC penting disimak, adalah sebab ia disusun oleh para ahli yang menganalisis 14.000 laporan ilmiah tentang produksi emisi akibat kebijakan seluruh negara.
Produksi emisi telah meningkatkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Naiknya konsentrasi gas rumah kaca membuat atmosfer kehilangan daya serap terhadap panas, polusi, emisi.
Kacaunya Iklim di Berbagai Negara
Hari-hari ini sudah banyak negara mencicipi dampaknya. Yunani, negeri para dewa yang gemar telanjang dada, mengalami kebakaran berhari-hari dengan rata-rata lahan 12 kali lebih luas daripada beberapa tahun sebelumnya.
Salah satu yang sangat terdampak akibat kebakaran di Yunani adalah Pulau Evia. Mengutip laporan BBC, lebih dari 2.000 orang dievakuasi melalui laut dari pulau tersebut.
Kebakaran di Yunani tak lepas dari gelombang panas (heat wave) yang meningkat signifikan selama beberapa waktu belakangan. Fenomena alam ini memantik api di hutan-hutan yang dipenuhi daun dan kayu kering yang mudah terbakar.
Celakanya, selain Yunani, gelombang panas dan angin kering juga terjadi di Italia, Kanada, Rusia, Aljazair, dan Amerika Serikat. Di Rusia, asap menyelimuti ratusan desa di Siberia saat kebakaran hutan berkobar di wilayah ini. Seperti disitir dari laporan Associated Press, asap dari kebakaran hutan menutupi 736 desa dan 9 kota di wilayah tersebut.
Berhenti di situ? Tidak. Di sini, di Asia, juga terjadi musibah tak kalah mengerikan. Saat sebagian benua Eropa dan Amerika kebakaran, Jepang justru mengalami banjir hebat. Hujan deras yang mengguyur pada Sabtu (14/8/2021) menyebabkan banjir di sejumlah tempat, terutama di Jepang bagian barat.
Banjir juga mengakibatkan tanah longsor. Kantor berita AFP melaporkan, hampir dua juta orang didesak untuk mencari perlindungan diri. Pihak berwenang di tujuh wilayah, terutama di bagian utara Pulau Kyushu, mengeluarkan peringatan evakuasi tertinggi ketika badan cuaca melaporkan tingkat hujan yang belum pernah terjadi sebelumnya di daerah tersebut.