Scroll untuk baca artikel
Analisis Awalil Rizky

Tidak Siap Menuju Defisit di Bawah 3% pada Tahun 2023

Redaksi
×

Tidak Siap Menuju Defisit di Bawah 3% pada Tahun 2023

Sebarkan artikel ini

Oleh: Awalil Rizky, Ekonom

Defisit direncanakan sebesar Rp868,02 triliun pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2022. Belanja Negara direncanakan sebesar Rp2.708,68 triliun. Pendapatan negara ditargetkan mencapai Rp1.840,66 triliun.

Pemerintah mengatakan nilai itu setara 4,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun tidak disebut secara tegas, dapat diartikan PDB nominal diasumsikan sebesar Rp17.897 triliun pada tahun 2022.

Untuk tahun anggaran yang sedang berjalan, defisit direncanakan APBN 2021 sebesar Rp1.006,4 triliun, disebut 5,70% dari PDB. Artinya, asumsi PDB nominal sebesar Rp17.656 triliun. Saat ini, Pemerintah membuat prakiraan realisasi (outlook) yang terbilang optimis, defisit bisa diturunkan menjadi Rp961,5 triliun.

Nominal defisit APBN tahun ini yang telah berhasil diturunkan tersebut, secara persentase dari PDB justeru naik dari rencana semula. Disebut sebesar 5,82% dari PDB. Artinya PDB nominal hanya sebesar Rp16.520 Triliun.

Dengan kata lain, prakiraan terkini Pemerintah tentang besaran PDB, jauh lebih rendah dari asumsi APBN 2021. Fenomena ini mengulangi kembali kejadian tahun 2020. Padahal, Perpres No.72/2020 sebenarnya telah memproyeksi PDB sesuai kondisi pandemi.

Dari perkembangan kondisi ekonomi terkini, terutama terkait dengan tingkat pertumbuhan dan tingkat inflasi, maka realisasi PDB nominal tahun 2021 kemungkinan masih lebih rendah dari outlook pemerintah. Jika nominal defisit sesuai outlook, maka rasionya akan lebih tinggi, yaitu di kisaran 6%.

Rasio itu diperoleh dari asumsi PDB nominal tahun 2021 yang lebih realistis, yakni sekitar Rp16.250 triliun. Sebagaimana diketahui, PDB nominal tahun 2020 sebesar Rp15.434 triliun.

Perhitungannya bersumber dari outlook pemerintah sendiri. Pertumbuhan di kisaran 3,7-4,5, yang kemungkinan lebih mendekati batas bawah. Dan inflasi yang hanya 1,8-2,5%. PDB nominal dihitung mengikuti “PDB deflator” atau semacam inflasi dari sisi produsen, yang biasanya sedikit lebih rendah dari asumsi inflasi yang memakai indeks harga konsumen.

Dengan PDB nominal sebesar itu, maka asumsi PDB nominal RAPBN 2022 menjadi tampak tidak realistis. Dibutuhkan kenaikan PDB nominal sekitar 10,13%. Jika asumsi inflasi sebesar 3%, atau inflasi yang relevan untuk PDB sebesar 2%, maka dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sekitar 9% pada tahun 2022. Padahal asumsinya hanya 5-5,5%.

PDB nominal yang lebih realistis untuk tahun 2022 adalah sebesar Rp17.428 triliun. Jika nominal defisit tetap direncanakan Rp868 triliun, sesuai RAPBN 2020, maka rasionya akan menjadi 4,98%.

Dengan perhitungan demikian, bahkan jika pun target pemerintah bisa dicapai, maka akan sangat berat menurunkan defisit tahun 2023 menjadi di bawah 3%. Batas rasio defisit menurut UU No.17/2003 akan diberlakukan kembali pada tahun 2023.

Pendapatan negara pada APBN 2022 ditargetkan naik sebesar 6,04% dari outlook APBN 2021. Jika tercapai, maka rata-rata kenaikan pendapatan selama era 2014-2022 hanya 3,14% per tahun.

Umpama dengan extra effort dan kemungkinan penerapan undang-undang perpajakan yang baru, maka kenaikain 6% lagi pada tahun 2023 masih realistis. Pendapatan Negara pada tahun 2023 bisa mencapai kisaran Rp1.933 triliun.

RAPBN 2022 menyajikan proyeksi asumsi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3-6,3% pada tahun 2023. Sedangkan asumsi inflasi di kisaran 2,0-4,0%. Meneruskan perhitungan prakiraan di atas, maka PDB nominal tahun 2023 akan sekitar Rp18.800 triliun.

Batas rasio defisit 3% berarti secara nominal tidak boleh melampaui Rp564 triliun. Dengan prakiraan pendapatan dapat mencapai Rp1.933 triliun, maka belanja negara pada tahun 2023 tidak boleh lebih dari Rp2.497 triliun.