Oleh: Wardjito Soeharso
Barisan.co – Ketika Habib Rizieq Shihab (HRS) difitnah, mereka ketawa ketiwi. Mereka mencerca dan mencela. Seolah mereka yang paling tahu kasusnya. Begitu pun, ketika HRS terbelenggu tak bisa gerak di Arab, tak bisa pulang ke Indonesia, mereka loncat-loncat kegirangan seolah dapat mainan yang mengasyikkan.
Umpatan dan hinaan begitu lancar keluar dari mulut-mulut yang berlepotan liur kenikmatan karena melihat HRS seperti tak berdaya terkunci di rumah orang. Dan para pendukung HRS tak mampu membelanya selain terus berdoa dan bersabar sekuat tenaga. Tahukah?
Energi yang terpendam untuk membela HRS itu tetap bergolak seperti magma di bawah tekanan sumbat yang bila menemukan celah keluar, pasti akan menyembur membajir keluar menabrak apa saja yang jadi perintang di depannya.
Dan itu terbukti hari ini. 10 November 2020, HRS bisa pulang kembali ke Indonesia. Selama 3.5 tahun pengikutnya menahan rindu dendam, menyimpan semua energi di bawah tekanan cercaan, celaan, hinaan, pelecehan, dan semacamnya itu. Ya, 3.5 tahun.
Dan hari ini, HRS mampu keluar dari isolasi rumah yang terkunci rapat. HRS hadir kembali di tengah2 pengikutnya.
Bisakah dibayangkan, apa yang terjadi? Penjemputan kedatangannya begitu fantastis. Belum ada seorang pun di negeri ini yang punya karisma seperti HRS. Sambutan kepulangannya gegap gempita.
Pengikutnya memperlihatkan kekuatan yang selama ini tersimpan. Bak air bah atau magma yang menjebol sumbat penghalangnya untuk cari jalan keluar, mereka membanjiri Jakarta dan memenuhi bandara.
Tentu. Dari banjir bah manusia itu, ada dampak yang langsung dirasakan oleh mereka yang mestinya hari ini bisa nyaman memanfaatkan bandara. Mereka tertahan. Semua penerbangan tertunda. Akses ke bandara tertutup!
Ada taman-teman di sepanjang jalan yang dengan sangat terpaksa menjadi rusak terinjak kaki-kaki yang terus berebut tempat untuk berpijak. Sungguh, ini hal yang wajar dan manusiawi. Di mana ada kerumunan manusia, tidaklah mungkin menghindari adanya rumput yang tidak terpijak.
Tentu. Harus dimaklumi juga bila ada pihak-pihak yang nggrundel, ngedumel, bahkan marah-marah memaki, karena kepentingannya hari ini harus terganggu dengan gempitanya penyambutan HRS. Wajar saja. Namanya kepentingannya terganggu. Tentu tidak suka. Dan, kiranya FPI dan kelompok yang membanjiri bandara hari ini, sebaiknya juga minta maaf kepada siapa saja yang hari ini kepentingannya sudah terganggu.
Ya. Minta maaf. Karena bagaimana pun juga, peristiwa hari ini telah mengundang polemik pro dan kontra dalam pandangan publik yang majemuk.
Hanya saja, kalau mereka yang terganggu hari ini bersedia sedikit saja melonggarkan dada dan menjernihkan otak, kayaknya akan cukup memaklumi dan mau mengerti mengapa peristiwa hari ini mesti terjadi. Ya. Di sinilah sesungguhnya makna untuk mampu saling memahami dengan pikiran yang bening dan perasaan yang bersih.
Ya. Seandainya. Seandainya HRS tidak dikunci selama 3.5 tahun di negeri orang. Seandainya HRS dan para pengikutnya tidak dicerca, dicela, dihina dengan kata-kata yang sungguh memanaskan telinga. Dan seandainya yang lain. Kayaknya gelombang bah pengikut HRS tidak akan sehebat hari ini dalam menyambut kepulangannya.
Sekali lagi. Yang terjadi hari ini, boleh dikata sebagai bentuk reaksi dari berbagai aksi yang sudah mendahului sejak 3.5 tahun lalu.
Bukankah hari ini reaksi yang cukup impas untuk mereka yang selama 3.5 tahun loncat-loncat riang gembira membully HRS dan pengikutnya yang seolah tanpa daya?
10.11.2020 – 18:05