Scroll untuk baca artikel
Edukasi

Hakikat Sabar dalam Kitab Al-Hikam Ibnu Atha’illah As-Sakandari

Redaksi
×

Hakikat Sabar dalam Kitab Al-Hikam Ibnu Atha’illah As-Sakandari

Sebarkan artikel ini
Hakikat Sabar Kitab Al-HIkam
Ilustrasi foto/Pexels.com

Isi kitab Al-Hikam tentang hakikat sabar menurut Syekh Ibnu Atha’illah As-Sakandari. Arti sabar adalah menerima segala sesuatu dengan sepenuh hati.

BARISAN.CO – Setiap hamba akan diuji Tuhannya dengan berbagai persoalan hidup, ujian bagaimana ia bersikap dalam menghadapi tersebut. Salah satu sikap dalam menghadapi ujian hidup ini adalah seorang hamba untuk dapat memiliki sikap sabar.

Arti sabar adalah menerima segala sesuatu dengan sepenuh hati dan mampu bertaham dalam kondisi sulit. Pada hakikatnya sabar merupakan sikap seorang hamba untuk bisa menahan emosi, keinginan maupun hal-hal lain tentang ujian hidup ini.

Sabar itu pengendalian diri, ia mampu menjaga nilai-nilai dirinya untuk tidak terpengaruh atas ujian yang dihadapi. Hakikat sabar adalah kekokohan jiwa yang harus dimiliki seorang hamba. Apalagi bagi para pelaku ajaran tasawuf, sikap ini merupakan ilmu utama dalam beragama.

Seorang hamba tidak akan mengeluh ketika dihadapkan dengan musibah. Para pemenang adalah hamba yang mampu mengendalikan diri, bisa menjaga nafsu dan keinginan serta tidak mudah mengeluh. Allah Swt berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 153)

Sabar: Isi Kitab Al-Hikam

Syekh Ibnu Atha’illah dalam karya monumentalnya Kitab Al-Hikam menekankan pentingnya sikap sabar. Sebagaimana maqolah kitab Al-Hikam yang berbunyi:

عَلِمَ مِنكَ اَنَّكَ لاَ تَصْبِرُ عَنْهُ فاَشـْهَدَكَ ماَ بَرَثَ مِنْهُ

Artinya: “Allah ta’ala telah mengetahui, bahwa engkau tidak sabar jika tidak melihat Allah, maka Allah memperlihatkan ap-apa yang  asli buatan Allah”.

Dalam syarahnya Ibnu Atha’illah As-Sakandari menjelaskan bawa orang yang berpikir tentang makhluk buatan, dan mengetahui semua atas ketentuan Allah. Tentu tidak sabar ingin mengetahui dzat yang membuat dan menentukan yaitu Allah. Berhubung itu tidak mungkin maka Allah memperkenalkan Diri-Nya lewat makhluk buatan-Nya.

Para pesalik atau laku jalan spiritual tentun memiliki kerinduan yakni ingin melihat Allah Swt. Mampu melihat Allah dengan mata hati merupakan karunia yang agung dari Allah, dan hal ini termasuk maqam ihsan.

Orang-orang yang mencari Allah Swt, menurut para syekh, dalam pikirannya sudah jauh dari selain Allah. Ada dua golongan ahli pikir yakni, Pertama, ahli pikir yang memiliki maksud mencari Allah, maka ia akan menghasilkan cinta dan rindu bertemu Allah Swt.

Kedua, ahli pikir untuk urusan dunia seperti mencari ilmu alam yang tidak memiliki maksud mencari Allah. Maka golongan ini termasuk orang-orang yang tidak dapat membuka mata hati.