Untuk mengakhiri tulisan ini maka selayaknya kita kembali bermuhasabah tentang kebudayaan lokal yang berwujud halalbihalal ini. Pertama, permohonan maaf. Maka sepatutnya kita merenungi diri, apakah kita memiliki kesalahan kepada sesama, atau tanpa sengaja kita mengucapkan kata-kata yang melukai saudara kita baik melalui lidah yang teramat ringan ini, maupun media sosial lainnya.
Kedua, silaturahmi. Menyambung persaudaraan merupakan rasa kebersamaan dan persatuan kita, karena kita hidup berdampingan atau berjamaah dengan beragam agama, suku, ras, maupun golongan. Tali silaturahmi menjadi pengikat kita tentang makna bineka tunggal ika.
Ketiga, tradisi lokal. Sepatutnya kita menjaga tradisi ini, meski hanya terjadi pada bulan syawal. Namun alangkah baiknya pemahaman ini tidak sebatas hanya pada bulan syawal, karena jika kita punya salah saat itu, maka kita diperintahkan untuk segera meminta maaf.
Tradisi halalbihalal ada spirit kebudayaan dan kemanusiaan yakni sebagai sebuah tradisi yang lahir dari rahim untuk memecahkan masalah bersama, dan kemanusiaan sebagai hubungan kita sebagaimana “khoirun naas anfauhum lin naas” sebagai-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.