Scroll untuk baca artikel
Khazanah

HAM: Antara Barat dan Konsep Islam

Redaksi
×

HAM: Antara Barat dan Konsep Islam

Sebarkan artikel ini
Islam dan HAM

Islam melalui pedomanannya Al-Quran, Allah Swt berfirman: “Sesungguhnya Kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (QS. Al-Tiin, 95: 4)

Selain itu manusia juga diciptakan sebagai kelompok makhluk yang dimuliakan: “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan dilautan…”. (QS. Al-Israa’, 17: 70)

Manusia harus dihormati dalam kehidupan, apapun warna kulitnya dan dari manapun asalnya dan apapun agama yang diyakininya. Bersamaan dengan pemberian status sebagai makhluk unggulan tersebut, manusia juga diberi oleh Allah Swt beberapa hak asasinya sekaligus kewajibannya.

Agama Islam tidak hanya melindungi hak-hak penganutnya saja, melainkan semua manusia yang hidup di muka bumi ini pun dilindungi juga, selama mereka bisa melindungi hak-hak manusia lain.

Karena dalam Islam sendiri tidak terdapat diskriminasi dalam bentuk apapun. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt:

Dan janganlah kamu mencerca sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah…”. (QS. Al-An’am, 6 : 108)

Konsep HAM dalam Islam bersifat universal, berlaku bagi siapa pun juga dan dimanapun juga tanpa melihat suku bangsa, warna kulit dan agama.

Mengenai hak manusia dalam Islam, ada dua katagori pembagian yaitu hak-hak Allah Swt (huququllah) dan hak-hak hamba Allah (huququl’ibad) atau hak-hak manusia. Huququllah adalah kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah Swt yang diwujudkan dalam berbagai ritual ibadah, sedangkan huququl’ibad adalah kewajiban-kewajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-makhluk Allah lainnya.

Hak Allah Swt, menurut Dr. Alwi Shihab, adalah faraidl (kewajiban) yang dicanangkan kepada tiap manusia untuk dilaksanakan. Pelaksanaan kewajiban-kewajiban tersebut tidak lain adalah pengakuan terhadap pengesaan, kemahakuasaan dan keunikannya dengan mengikuti ketentuannya dan hak-hak manusia, bahkan wujud manusia sekalipun adalah anugrah Tuhan dan kepadanya kelak akan kembali.

Ada dua macam HAM jika dilihat dari katagori huququl’ibad; pertama, HAM yang keberadaannya dapat diselenggarakan oleh suatu negara (Islam), kedua adalah HAM yang keberadannya tidak secara langsung dapat dilaksanakan oleh suatu negara.

Hak yang pertama dapat disebut hak legal, sedangkan hak yang kedua disebut hak moral. Perbedaan antara keduannya hanyalah terletak pada masalah pertanggung jawaban di depan negara Islam. Adapun dalam masalah sumber asal, sifat dan pertanggung jawabannya di hadapan Allah Swt adalah sama.

Semua manusia akan mempertanggungjawabankan hasil kerjanya. Setiap individu pun akan mempertanggung jawabkan perbuatannya. Artinya orang lain tidak akan terlibat dalam tanggung jawab atas perbuatan yang telah dilakukan oleh seseorang.

Allah Swt berfirman:

Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudlaratannya kembali kepada dirinya sendiri, dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain…”. (QS. al-An’aam, 6 : 164)

Kedudukan HAM

Pentingnya kedudukan HAM dalam Islam sejajar dengan pentingnya kewajiban yang harus dilakukan dan diiringi dengan tanggung jawab yang dibebankan kepada setiap manusia dengan tanpa terkecuali.

Aspek konsep Islam dalam HAM ini lebih jauh dijelaskan oleh Nabi Saw ketika beliau melaksanakan thawaf. Dalam suatu hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.

Rasulullah bersabda:

Betapa sucinya engkau (Ka’bah) dan betapa indahnya suasanamu, betapa besarnya engkau dan betapa sucinya kedudukanmu. Akan tetapi demi Allah yang jiwaku dalam genggamannya, harta milik dan darah orang Muslim di hadapan Allah adalah lebih dari kesucianmu”. (HR. Ibnu Majah)

HAM, yang merupakan bagian dari syari’at yang penting, adalah juga abadi yang tidak boleh diubah meskipun konsesus seluruh masyarakat atau wewenang negara dapat memodifikasi atau membatasinya. Seperti halnya yang telah ditetapkan dalam al-Qur’an dan sunnah, di dalam HAM merupakan doktrinnya yang paling manusiawi.

Demikianlah pengakuan Islam mengenai HAM termasuk bila disejajarkan dengan ibadah-ibadah ritual dalam agama.

Jika seseorang tidak memenuhi kewajibannya terhadap Allah Swt dia mungkin masih dapat diampuni, namun tidak demikian apabila seseorang tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap sesama manusia.