Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Senggang Kesehatan

Hindari ‘Toxic Positivity’, Kalimat Bijak yang Tak Selesaikan Masalah

:: Redaksi Barisan.co
2 April 2021
dalam Kesehatan
Hindari ‘Toxic Positivity’, Kalimat Bijak yang Tak Selesaikan Masalah

Ilustrasi toxic positivity: pixabay.

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

BARISAN.CO – Ada waktu di mana seseorang mengalami masalah yang bertubi-tubi, hingga menyebabkan mental distress padanya, dan orang itu menceritakan yang ia rasakan kepada orang lain.

Pada dasarnya pemaknaan setiap orang akan berbeda-beda. Ada yang merespons keluhan dengan kata-kata positif dengan memberikan semangat, ada pula yang memberikan respons dengan kata-kata negatif. Namun, yang menarik, rupanya ada pula yang namanya toxic positivity, di mana respons berbentuk kata-kata positif justru malah memberikan dampak negatif. Kok bisa begitu?

Apa itu toxic positivity? Toxic positivity adalah kondisi di mana seseorang tertekan saat menyembunyikan perasaan negatif agar ia terlihat ‘baik-baik saja’. Menurut psikolog asal Amerika, Konstantin Lukin, toxic positivity adalah adanya fokus dan obsesi berlebihan pada hal-hal positif sehingga kita menolak apa pun yang dapat memicu emosi atau perasaan negatif.

Seseorang yang sedang mengalami toxic positivity terkesan tertutup—atau lebih buruknya, memalsukan—mengenai apa yang ia rasakan demi menghindari energi negatif. Lalu apa yang menyebabkan seseorang bisa mengalami toxic positivity atau apa dampak dari gejala itu?

BACAJUGA

Relawan mahasiswa Universitas Paramadina

Mahasiswa Universitas Paramadina Berikan Pendampingan Psikososial Penyintas Gempa Cianjur

30 Desember 2022
Penyebab dan Cara Mengatasi Distraksi

Penyebab dan Cara Mengatasi Distraksi

28 Desember 2022

Biasanya penyebab awal dari toxic positivity adalah karena orang terdekat yang kurang konklusif dalam mencari jalan keluar masalah yang sedang kita hadapi. Akibatnya, ia mungkin hanya memberikan kalimat sejauh seperti, “Kamu bisa melewati ini”, “Semangat”, “Pasti bisa”, dan hal-hal semacam itu.

Kalimat tersebut memang terdengar baik untuk diucapkan di hadapan orang gundah. Namun tidak memberikan sebuah solusi atau bahkan lebih mirip omong kosong tukang obat.

Kasus toxic positivity biasanya mudah dijumpai di media sosial. Seseorang yang sedang mengunggah apa yang ia alami, akan mendapatkan banyak atensi dari orang-orang, dan mendapatkan banyak kalimat positif baik kalimat singkat maupun kalimat-kalimat kiasan. Banyak pula kutipan kalimat dari tokoh-tokoh terkenal yang disampaikan ulang.

Contoh lain dalam keseharian adalah ketika seseorang berduka ditinggal keluarganya dan orang lain memberi respons, “Hidup dan mati manusia sudah diatur, jangan bersedih, kamu harus tegar.” Atau saat seseorang menceritakan pengalaman sedih yang ia rasakan, namun ia hanya mendapat respons, “Kamu baru begitu doang saja sudah sedih, aku nih lebih parah”.

Efek dari seseorang yang mengalami toxic positivity adalah seseorang tersebut sukar berpikir realistis. Ketika ia dihadapkan pada suatu masalah yang mengganggu, bukan solusi yang didapat, malah stress bertambah. Jelas berbahaya apabila kemudian stress itu berlarut-larut.

Seseorang yang mengalami toxic positivity juga sukar untuk melihatkan atau mengungkapkan kesedihannya. Selalu terlihat positif setiap mendapati masalah agar orang lain menganggap dirinya sedang baik-baik saja, tidak menutup fakta bahwa ia butuh pertolongan dan ucapan yang muncul dari penilaian yang jujur.

Di sinilah penting pentingnya kita mengukur sejauh mana kata-kata positif dapat diucapkan, dengan porsi yang pas, sebelum itu terlalu banyak dan berubah menjadi racun.

Sebetulnya, ada banyak pilihan respons yang baiknya diberikan terhadap seseorang yang sedang mengalami masalah. Kalimat seperti, “Masih banyak hal yang lebih buruk di dunia ini,” lebih baik diganti menjadi, “Ini benar-benar buruk, tapi tenang saja, saya akan selalu disini untuk membantu”.

Kalimat “Jangan pernah menyerah,” lebih baik diganti menjadi, “Terkadang berhenti sejenak adalah pilihan yang baik.”

Kalimat “Aku yakin itu tidak buruk seperti kelihatannya,” lebih baik diganti menjadi “Ini terlalu sulit, tapi aku percaya padamu bahwa kamu bisa mengatasinya.”

Atau bahkan cukup diam dan mendengarkan tanpa harus mengeluarkan kata-kata yang mengandung energi toxic positivity. Diam memang tidak selalu merupakan tanggapan yang baik, tapi itu cukup untuk menghindarkan kita untuk mengeluarkan ucapan yang tidak jujur dan tidak bisa diukur kebenarannya. []


Penulis: Maryo Rifaldy Soleman (magang)
Editor: Ananta Damarjati

Topik: Kesehatan MentalToxic Positivity
Redaksi Barisan.co

Redaksi Barisan.co

Media Opini Indonesia

POS LAINNYA

pH Tubuh
Kesehatan

Berbahaya Jika pH Tubuh Terlalu Asam

26 Januari 2023
sakit diare
Kesehatan

Diare, Stop Makan Serat

24 Januari 2023
gejala penyakit sinyal positif
Kesehatan

Jangan Gagal Paham, Gejala Penyakit Sesungguhnya Sinyal Positif Tubuh

21 Januari 2023
stres asam lambung
Kesehatan

Stres Beresiko Empat Kali Terkena Asam Lambung, yang Diobati Stres atau GERDnya?

20 Januari 2023
manfaat hujan
Kesehatan

Hujan Tidak Bikin Sakit, Masih Enggan Hujan-Hujanan?

19 Januari 2023
manfaat lili paris
Kesehatan

Cocok Diletakan di Meja Kerja, Lili Paris Mampu Menyerap Bahan Kimia

18 Januari 2023
Lainnya
Selanjutnya
Anies Gandeng NU, Hadirkan Musala di Halte Transjakarta

Anies Gandeng NU, Hadirkan Musala di Halte Transjakarta

Dromologi dan Media Sosial

Dromologi dan Media Sosial

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

Impor Gula Akan Meningkat Tahun 2023

Impor Gula Akan Meningkat Tahun 2023

26 Januari 2023
Demo Kepala Desa

Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa Dinilai Ugal-ugalan

26 Januari 2023
Normalisasi Sungai Berlanjut, Ciliwung Institute Pertanyakan Logika Kementerian PUPR

Normalisasi Sungai Berlanjut, Ciliwung Institute Pertanyakan Logika Kementerian PUPR

26 Januari 2023
Kenapa Kita Menangis Saat Menonton Film?

Kenapa Kita Menangis Saat Menonton Film?

26 Januari 2023
Menciptakan Wirausaha Muda

Merdeka Belajar, Menciptakan Wirausaha Muda, Mengapa Tidak?

26 Januari 2023
pH Tubuh

Berbahaya Jika pH Tubuh Terlalu Asam

26 Januari 2023
sholawat bulan rajab

Lirik Sholawat Bulan Rajab Teks Arab, Latin dan Artinya

26 Januari 2023

SOROTAN

Anak yang Tumbuh Miskin, Saat Dewasa Sulit Lepas dari Jerat Kemiskinan
Sorotan Redaksi

Anak yang Tumbuh Miskin, Saat Dewasa Sulit Lepas dari Jerat Kemiskinan

:: Anatasia Wahyudi
25 Januari 2023

Di mana pun mereka berada, anak-anak yang tumbuh dalam kemiskinan menderita dari standard hidup yang buruk, mengembangkan lebih sedikit keterampilan...

Selengkapnya
Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?

Mengapa Ridwan Kamil Baru Sekarang Masuk Parpol?

23 Januari 2023
Dua Jalan Sehat dalam Satu Hari

Dua Jalan Sehat dalam Satu Hari

22 Januari 2023
Imlek, Kesetaraan, dan Keadilan di Jakarta

Imlek, Kesetaraan, dan Keadilan di Jakarta

22 Januari 2023
BIN Ingatkan Potensi Ancaman 2023 Ekonomi Bakal Gelap, Kenapa Pemerintah Tak Hentikan Bangun Infrastruktur Mercusuar?

BIN Ingatkan Potensi Ancaman 2023 Ekonomi Bakal Gelap, Kenapa Pemerintah Tak Hentikan Bangun Infrastruktur Mercusuar?

21 Januari 2023
Politik Para Pecundang

Politik Para Pecundang: Menebar dan Melempar Buah Busuk

21 Januari 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Terkini
  • Senggang
  • Fokus
  • Opini
  • Kolom
    • Esai
    • Analisis Awalil Rizky
    • Pojok Bahasa & Filsafat
    • Perspektif Adib Achmadi
    • Kisah Umi Ety
    • Mata Budaya
  • Risalah
  • Sastra
  • Khazanah
  • Sorotan Redaksi
  • Katanya VS Faktanya
  • Video

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang