Ia semakin sadar bahwa kehidupan adalah sementara dan dunia adalah panggung sandiwara siapa berperan dengan sempurna maka ia akan mencapai sebuah kemenangan yang berarti. Akulah aktor kehidupan yang akan membawanya sendiri.
Ia kembali melirik jendela kamar. Dilihatnya hujan sudah reda. Namun pagi ini begitu berbeda. Biasanya ia melihat embun-embun pagi menempel pada setiap benda yang membuatnya betah dan bersahaja.
Pagi merupakan simbol rizeki, maka keluarlah engkau dari ranjang mimpimu. Mentari belum juga turun, mungkin karena hujan telah menutupi kemesraannya dengan embun.
Pemuda itupun semakin menyadari, bahwa cinta bukanlah hal yang mudah dipelajari. Cinta bukan untuk dipelajari dan dimengerti. Cinta yang hakiki adalah cinta kepada Illahi Rabbi dan cinta di dunia adalah ketika cinta mempersatukan dua insan yang berbeda untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Cinta yang akan menemaninya dalam satu keluarga cinta di taman surga.
* * *
Begitulah irama kehidupan. Maka nikmatilah cinta yang sesungguhnya. Buatlah tarian cinta menggema ke semesta. Buatlah cinta besenandung indah diantara jiwa dan raga. Jadikan perjalanan hidup benar-benar dalam ridho cinta Illahi Rabbi. Untuk mendapatkan kebahagiaan hakiki.
”Selamat jalan kekasih, aku akan kembali kepada kekasih yang maha abadi untuk menemukan kekasih yang lebih di ridhoi.”
”Selamat datang cintaku, aku menunggumu dan akan terus menunggu”.
* * *