”Selamat jalan wahai wanita pujaan hatiku, kau akan selalu menjadi bagian hidupku.” Apakah ini kalimat cinta yang ingin ia katakan, sungguh sakit rasaya.
”Tuhan, tetapi kenapa kau begitu kejam pada diriku. Kau ciptakan dia untukku namun hanya sebentar kau lenyapkan dia dariku.”
”Wahai Izroil mengapa kau cabut nyawanya, padahal di masih muda.” Lontaran kekesalannya pada Tuhan dan Malaikat penyabut nyawa, ia tidak menerima atas perlakuan pada dirinya.
”Kenapa kau sekejam itu padaku.”
Masih segar ingatanya. Berjalan dan belajar bersama dalam majelis ilmu. Pendamping setiap dialog dan curhat. Pikirannya begitu tajam dalam mengingat kenangan indah itu. Setelah kejadian tersebut, ia hanya bisa pasrah pada dunianya. Dunia yang akan mengantarnya dalam lika-liku kehidupan yang lebih romantis.
”Maafkan aku, wahai Tuhanku dan malaikat cintaku.” Ucapan itu keluar begitu terengah-engah, namun pasti.
* * *
Setiap manusia akan memahami kalau satu irama cinta yang melantun indah akan selalu terkenang. Namun cinta akan meningalkan dirinya jika cinta itu tidak seimbang dengan cinta yang hakiki. Ini adalah perpaduan antara cinta yang mulia dengan cinta manusia di dunia.
Cinta yang sesungguhnya adalah cinta yang berhasal dari dzat yang abadi. Cinta hakiki adalah tujuan manusia. Cinta yang paling sempurna adalah cinta ketika ia berakhir dalam keadaan beriman dan ketakwaanya berserah diri kepada Allah dan mati meningalkan dunia dalam keadaan beragama Islam.
Itulah lagu-lagu keindahan dan rasa jiwa dari kehidupan. Ada lagu yang begitu merdu dan memanggil cintanya kembali, ada lagu yang sepi memanggil kerinduannya pada Illahi Rabbi.
Pemuda itu bangun dari duduknya setelah, bebarapa menit membaca kalam suci Illahi. Ia lanjutkan dengan aktivitas pagi, suatu hal yang biasa dikerjakan untuk menyambut mentari pagi.
Ia semakin sadar bahwa kehidupan adalah sementara dan dunia adalah panggung sandiwara siapa berperan dengan sempurna maka ia akan mencapai sebuah kemenangan yang berarti. Akulah aktor kehidupan yang akan membawanya sendiri.
Ia kembali melirik jendela kamar. Dilihatnya hujan sudah reda. Namun pagi ini begitu berbeda. Biasanya ia melihat embun-embun pagi menempel pada setiap benda yang membuatnya betah dan bersahaja.
Pagi merupakan simbol rizeki, maka keluarlah engkau dari ranjang mimpimu. Mentari belum juga turun, mungkin karena hujan telah menutupi kemesraannya dengan embun.
Pemuda itupun semakin menyadari, bahwa cinta bukanlah hal yang mudah dipelajari. Cinta bukan untuk dipelajari dan dimengerti. Cinta yang hakiki adalah cinta kepada Illahi Rabbi dan cinta di dunia adalah ketika cinta mempersatukan dua insan yang berbeda untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Cinta yang akan menemaninya dalam satu keluarga cinta di taman surga.