Ilham Habibie setuju Ibu Kota Negara pindah, namun ia mengusulkan adanya alternatif nama lain sebagai pengganti nama Nusantara.
BARISAN.CO – Upaya pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) pertama kali dicetuskan oleh Presiden Pertama Republik Indonesia, Soekarno. Di tahun 1957, saat meresmikan Palangkaraya sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan Tengah, Soekarno menuangkan rancangannya melalui masterplan yang dibuatnya sendiri di masa kemerdekaan.
Namun, rencana Bung Karno pupus karena perhelatan Asian Games tahun 1962.
Kemudian, Bung Karno kembali menyebut Palangkaraya sebagai calon ibu kota negara dalam Seminar TNI-AD I di Bandung pada 1965 dengan gaya retorikanya. Saat itu, Bung Karno menganggap Jakarta dan Surabaya diibaratkan sebagai Singapura dan Hongkong-nya Indonesia karena modal hanya berpusat di kedua kota besar itu.
Di era Soeharto pun, gagasan pemindahan ibu kota muncul. Kali ini, SOeharto mengusulkan daerah Jonggol, bogor sebagai Ibu Kota Negara.
Selanjutnya, di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai salah satu opsi mengatasi macet di Jakarta.
Kemudian, bergulir era pemerintahan, Presiden Joko Widodo kembali mengangkat wacana pemindahan Ibu Kota Negara. Namun, kali ini, bukan hanya sekadar wacana belaka. Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (RUU IKN) pun telah disahkan dalam rapat Paripurna DPR ke-13 masa Persidangan III Tahun Sidang 2021/2022.
Dalam webinar yang diselenggarakan oleh Forum Dialog Nusantara (FDN) bertema Ibu Kota Negara Baru: Tantangan Pembangunan Kota Pintar yang Inovatif, Ketua Dewan Penasihat FDN, Ilham Habibie mengatakan dalam rangka membangun Ibu Kota Negara yang transformatif, pintar dan berkelanjutan, maka diperlukan berbagai elemen masyarakat kolaboratif dengan perkembangan jaman, melek iptek dan dapat menjadi mitra sekaligus memberikan masukan strategis dan kritis bagi pemerintah.
“Saya secara pribadi setuju dengan perpindahan Ibu Kota Negara karena bagaimana pun Jakarta seperti dikatakan banyak pihak sudah terancam tenggelam. Dan, Indonesia mesti memberikan etalase yang sesuai tuntutan jaman termasuk Ibu Kota Negara,” kata Ilham dalam webinar yang berlangsung dari Perpustakaan Habibie Ainun itu.
Ilham menambahkan tidak semua harus selesai dan segera pindah 2024. Namun, dia menyebut perlu berproses secara baik.
Meski setuju Ibu Kota Negara pindah, Ilham mengusulkan adanya alternatif nama lain sebagai pengganti nama Nusantara.
“Bahkan, kadang saya memikirkan soal nama Nusantara sebagai nama IKN, sepertinya banyak pihak yang masih ragu-ragu dengan nama itu karena mungkin pemahamannya tentang Nusantara adalah sebagai nama keseluruhan kawasan NKRI. Dan, bahkan, sejak dulu sebagai kawasan yang luas sejak era Majapahit. Mungkin ada alternatif nama lain sebagai pengganti nama Nusantara untuk IKN, misalnya sebutan Nusakarta atau Nukarta atau Nusantara Karta,” tutur Ilham.
Sedangkan Direktur Ekskutif FDN sekaligus politisi Golkar, Justino Djogo menyampaikan permasalahan menurunnya daya tampung dan daya dukung provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara sejatinya telah menjadi perhatian banyak pihak sejak lama.
“Berbagai riset dan permodelan statistik menggambarkan rumitnya persoalan tersebut, salah satunya riset yang terbit pada Jurnal Nature Communications yang mengungkapkan adanya risiko Jakarta akan tenggelam pada tahun 2050 akibat penurunan permukaan tanah sebesar 5 hingga 15cm per tahun. Mengingat latennya persoalan Jakarta, maka wajib bagi kita menyambut baik upaya pemerintahan Jokowi dalam memindahkan Ibu Kota Negara ke wilayah lain”, tegas Justino. [rif]