Dampak terbesar pada sistem keuangan terlihat pada kondisi kredit perbankan. Lajunya sempat alami kontraksi selama setahun, kemudian stagnasi, dan hanya sedikit tumbuh belakangan ini.
Oleh karena penghimpunan dana perbankan tetap tumbuh, maka loan to deposit ratio (LDR) mengalami penurunan sangat signifikan. Dari kisaran 94% menjadi hanya 80%. Sejalan dengan porsi penyaluran dana perbankan dalam bentuk kredit yang juga menurun, dari kisaran 70% menjadi 60%.
Upaya otoritas ekonomi mendorong laju kredit perbankan belum memberi hasil optimal. Transmisi kebijakan moneter dan makroperbankan dari Bank Indonesia tidak cukup efektif. Begitu pula dengan kebijakan mikroperbankan dari Otoritas Jasa Keuangan.
Lembaga pembiayaan tampak belum pulih, setelah cukup terdampak oleh pandemi. Kelompok perusahaan pembiayaan mengalami penurunan kinerja dalam hal nilai aset dan laba. Terutama karena berkurangnya perolehan pendapatan dari hasil penyaluran pembiayaa. Pelaku kelompok ini pun berkurang, dari 184 entitas pada Desember 2019 menjadi 165 entitas pada Agustus 2021.
Kelompok lembaga pembiayaan yang justru mengalami peningkatan aset adalah perusahaan pembiayaan infrastruktur. Pelakunya hanya dua BUMN, yaitu PT. Sarana Multi Infrastruktur dan PT. Pembiayaan Infrastruktur Indonesia. Peningkatannya lebih mencerminkan pilihan kebijakan fiskal dibanding kondisi perekonomian.
Kondisi industri asuransi dilihat dari indikator umum keuangannya memang tampak tidak terlampau terpukul pandemi. Antara lain dalam hal nilai aset, premi bruto, dan investasi. Namun, kondisi riilnya berpotensi menyamarkan banyak persoalan. Antara lain dalam hal kualitas dari investasi, terindikasi dari beberapa kasus yang mengemuka pada beberapa entitas asuransi berskala besar.
Secara keseluruhan, wajar jika otoritas ekonomi mengklaim sistem keuangan dalam kondisi stabil. Namun, perlu diwaspadai kerentanan yang “tersembunyi” dalam beberapa aspek rinci dari sistem keuangan. Ada indikasi terjadi peningkatan risiko atau kerentanan atas guncangan pada waktu mendatang.
Salah satu yang perlu diwaspadai adalah makin kait berkaitnya hubungan keuangan antar entitas, serta dengan kondisi keuangan negara. Hubungannya telah sedemikian rupa, yang meningkatkan risiko penularan jika kondisi buruk terjadi pada satu pihak.
Gambaran umum kondisi demikian antara lain dalam hal: penyaluran dana perbankan, kepemilikan SBN oleh Bank Indonesia, serta komposisi penyaluran dana atau investasi dari industri keuangan nonbank.
Selama periode akhir Desember 2019 sampai dengan akhir Juni 2021, porsi penyaluran dana bank umum berupa kredit turun dari 68,64% menjadi 59,80%. Saat bersamaan, penempatan pada Bank Indonesia meningkat dari 9,26% menjadi 10,40%. Dalam bentuk surat berharga, meningkat dari 12,23% menjadi 17,74%, yang sebagian besarnya berupa SBN.