BARISAN.CO – Beberapa waktu terakhir, lini masa dikejutkan dengan berita tragedi dan jatuhnya korban jiwa dalam jumlah besar dalam penyelenggaraan acara besar, seperti pertandingan sepak bola di stadion Kanjuruhan hingga perayaan halloween di Itaewon, Korea Selatan.
Ada sejumlah faktor yang harus diperhatikan para penyelenggara acara, agar tragedi serupa tak terulang dan meminimalisir terjadinya kericuhan.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan, pihaknya mengambil pelajaran serta evaluasi terkait insiden yang terjadi pada perayaan Halloween di Itaewon, Seoul, Korea Selatan dan konser Berdendang Bergoyang di Istora Senayan, Jakarta.
“Saya sudah menugaskan Ibu Rizki Handayani (Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggara Kegiatan Kemenparekraf) melakukan evaluasi dan memberikan sosialisasi kepada pelaku event organizer (EO) untuk betul-betul mematuhi caring capacity, early warning system dan ketersediaan jalur evakuasi serta ketersediaan CPR,” ujarnya dikutip Antara, Jakarta, Senin (31/10/2022).
Sandi secara tegas mengingatkan kepada pelaku EO agar mematuhi protokol cleanliness, health, safety and environment sustainability (CHSE), melakukan publikasi dan pengelolaan yang lebih baik sehingga potensi terjadinya bencana dapat diminimalisir.
Euforia Paska Pandemi
Direktur Utama PT Java Festival Production, Dewi Gontha, mengatakan ada beberapa perhitungan dan persiapan yang perlu dilakukan pihak penyelenggara acara, salah satunya pengendalian massa (crowd control).
Selain itu, penyelenggara harus menghitung jumlah pengunjung dengan kemampuan kapasitas venue agar massa yang hadir tak membeludak.
“Jika ruangannya sudah diperhitungkan dan cukup bagi massa yang hadir, tapi dipikir nggak jalur keluar masuknya, bagaimana mengatur keluar dan masuk, karena itu berpengaruhnya ke banyak hal, bukan hanya masalah penonton, namun juga jadwal acara,” katanya mengutip dari Fortune Indonesia, Senin (31/10/2022).
Menurut Dewi, bisa dipahami bila masyarakat sangat antusias untuk hadir dalam sebuah acara semacam festival, setelah sekian lama terkungkung oleh berbagai pembatasan di masa pandemi.
Dari sisi penyelenggara, hal ini juga bisa dimengerti sebagai peluang untuk menghasilkan pemasukan dan keuntungan bagi perusahaan. “Tapi, kalau akhirnya jadi bermasalah, jadinya tidak maksimal juga, malah jadi lebih amburadul,” katanya.
Pengaturan Jalur
Dalam pengendalian massa, kata Dewi, kesiapan jalur tempat berlangsungnya acara dan jalur evakuasi merupakan salah satu hal utama yang harus dipersiapkan.
“Mungkin banyak orang yang akan marah karena jalur banyak yang ditutup, tapi itu semua kan sudah dipersiapkan, terutama untuk keamanan pengunjung dalam jumlah yang sangat besar,” ucapnya.
Berkaca pada tragedi yang terjadi di Itaewon, Dewi mengatakan situasi yang terjadi bisa saja dikarenaka jumlah massanya besar, namun tidak diperhitungan mengenai jalur yang digunakan untuk orang berlalu lalang. Hal ini mengakibatkan terjadinya ‘bentrok’ dari banyak arah di jalan yang sempit bisa sangat bahaya.
“Seharusnya sih, walau saya nggak tahu kondisinya di sana, mungkin di ujung-ujung gang-gang tersebut, seharusnya ada pengaturan,” ujarnya.
Dewi berpendapat bahwa konsep buka-tutup bisa diterapkan sebagai solusi pengendalian massa yang membeludak.
“Kalau udah penuh (jalur) ditutup, kalau sudah longgar bisa dibuka kembali. Seperti saat macet saat berkendara di jalan, itu juga berlaku juga di orang,” katanya.
“Memasang barikade yang kadang menyebalkan itu, ada tujuannya, bukan sekadar buat orang susah,” terangnya.