Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Indonesia Turun Kelas, Masih Sulit Untuk Naik Kembali

Redaksi
×

Indonesia Turun Kelas, Masih Sulit Untuk Naik Kembali

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Indonesia baru saja dinyatakan turun kelas oleh Bank Dunia (World Bank), dari kelompok negara berpendapatan menengah atas (Upper-middle income) menjadi negara berpendapatan menengah bawah (Lower-middle income). Padahal baru setahun lalu mengalami kenaikan kelas. Tampaknya akan butuh beberapa tahun lagi untuk dapat naik kembali.

Bank Dunia menggolongkan negara berdasar besaran Gross National Income (GNI) per kapita dalam dolar Amerika, dengan metode atlas (atlas method).

GNI ini serupa dengan Produk Nasional Bruto (PNB) dalam perhitungan BPS. Sedikit berbeda dengan Gross Dometic Product (GDP) atau Produk Domestik Bruto (PDB). GDP (PDB) berbasis wilayah suatu negara, sedangkan GNI (PNB) berbasis kewargaannegaraan.

PNB diperoleh dari PDB ditambah kompensasi tenaga kerja, pendapatan properti serta pajak atas produksi neto yang diterima dari luar negeri. Kemudian dikurangi kompensasi tenaga kerja, pendapatan properti, dan pajak atas produksi neto yang dibayarkan ke luar negeri. Dapat pula dikatakan bahwa PNB didapatkan dari PDB ditambah pendapatan primer yang diterima dari non residen dikurangi pendapatan primer yang dibayarkan ke non residen.

Publikasi Bank Dunia atas GNI dan juga GDP harga berlaku dalam denominasi rupiah (local current) memiliki besaran yang sama dengan publikasi BPS. GDP sebesar Rp15.434 triliun dan GNI sebesar Rp15.018 triliun.

Namun sedikit berbeda dalam besaran per kapitanya, karena data jumlah penduduk yang dipergunakan. BPS menyatakan PDB per kapita sebesar Rp56,94 juta, dan PNB per kapita sebesar Rp55,41 juta. Sedangkan Bank Dunia menyatakan GDP per kapita sebesar Rp56,43 juta, dan GNI per kapita sebesar Rp54,91 juta.

Perbedaan menjadi lebih tampak ketika dinyatakan dalam dolar, karena selain data jumlah penduduk, kurs pun sedikit berlainan. PDB per kapita versi BPS sebesar US$3.911,7 dan GDP per kapita Bank Dunia sebesar US$3.869,6.

Lebih jauh lagi, Bank Dunia juga menyajikan perhitungan GDP dan GNI negara-negara berdasar apa yang disebut dengan purchasing power parity (PPP). Hal itu untuk menyesuaikan nilai GDP nominal tadi dengan paritas daya beli. Satu dolar dimaksud dalam data PPP disetarakan dengan daya beli satu dolar di Amerika Serikat. Tentu berdasar metodologi dan kajian yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dalam hal ini.

Selain penyesuaian atas paritas daya beli, Bank Dunia selama beberapa tahun terakhir mengenalkan metode atlas (atlas method) atas data GNI. GNI metode atlas menerapkan faktor konversi kurs yang memperhitungkan perbedaan tingkat inflasi antar negara selama beberapa tahun pengamatan. Intinya, bukan memakai kurs resmi ataupun yang “disesuaikan” seperti data GDP terdahulu.

GNI Indonesia berdasar metode atlas pada tahun 2019 sebesar US$1.097 miliar, atau sedikit lebih tinggi dibanding GNI nominal yang sebesar US$1.085 miliar. GNI Indonesia per kapita berdasar metode atlas mencapai US$4.050.

Atas dasar data itu Indonesia naik peringkat menjadi negara berpendapatan menengah atas pada tahun 2019. Klasifikasi Bank Dunia untuk kelompok itu adalah memiliki GNI per kapita metode atlas antara US$4.046 sampai dengan US$12.535. Perlu diketahui, klasifikasi ini biasanya berubah tiap tahun, dengan kecenderung sedikit naik batasnya.

Pada tahun 2020, GNI nominal Indonesia sebesar US$1.030 miliar dan GNI metode atlas sebesar US$1.060 miliar. GNI per kapita berdasar metode atlas sebesar US$3.870 oleh Bank Dunia.

Sedangkan ukuran untuk negara berpendapatan menengah atas sedikit berubah menjadi antara US$4.096 sampai dengan US$12.695.