Scroll untuk baca artikel
Ekonomi

Industri Karet Tanah Air yang Masih Terseok-seok

Redaksi
×

Industri Karet Tanah Air yang Masih Terseok-seok

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Indonesia mempunyai peran penting dalam bisnis karet dunia. Sejak tahun 1980-an, karet sudah menjadi andalan komoditi ekspor tanah air karena pertumbuhan produksinya yang stabil. Indonesia pun menempati negara kedua penghasil karet terbesar di dunia.

Selama periode 2014-2018, Kementerian Pertanian (Kementan) mencatat kontribusi Indonesia karet Indonesia terhadap rata-rata produksi karet dunia mampu mencapai 23,44 persen dengan rata-rata produksi karet Indonesia sebesar 3,37 juta ton. Tertinggal satu tingkat di bawah Thailand sebagai negara penghasil terbesar karet di dunia. 

Produksi Negeri Gajah Putih itu menembus hingga 4,58 juta ton dengan kontribusi terhadap rata-rata rata-rata produksi karet dunia sebesar 32,83 persen.

Padahal, dibandingkan Thailand, Indonesia mempunyai luas TM (Tanaman Menghasilkan) karet lebih besar bahkan terbesar di dunia.

Kurang Optimalnya Produktivitas Lahan Perkebunan Karet Indonesia 

Produktivitas lahan perkebunan karet di Indonesia tergolong rendah. Kendati, selama 2019-2021 luas areal perkebunan karet di Indonesia terus bertambah dari 3,67 juta hektare menjadi 3,77 juta hektare, namun faktanya produksi karet tanah air justru turun. Pada 2019, produksi karet Indonesia sebesar 3,30 juta menjadi 3,05 juta ton pada 2021.

Kurang optimalnya produktivitas lahan perkebunan di Indonesia ditengarai karena banyak tanaman karet di Indonesia yang sudah berumur tua dan rusak, ditambah lagi dengan kemampuan investasi yang rendah dari para petani kecil. Apalagi, produksi karet Indonesia banyak ditopang oleh hasil produksi karet dari petani kecil.

Dilihat dari porsi luas areal perkebunan karet, banyak didominasi oleh petani kecil. Menurut data Badan Pusat Statistika (BPS), pada 2021, luas areal perkebunan karet milik petani kecil mencapai sebesar 3,43 juta hektare atau sekitar 91 persen dari  total areal perkebunan karet keseluruhan. Sedangkan, areal perkebunan milik pemerintah dan swasta besar masing-masing hanya 129,25 ribu hektare dan 213,96 ribu hektare.

Ditinjau sejak 2019 hingga 2021, porsi kepemilikan pemerintah dan swasta besar justru terus turun dari masing-masing 4 persen dan 7 persen menjadi 3 persen dan 6 persen. Sedangkan, luas areal perkebunan karet milik petani kecil terus bertambah dari 89 persen menjadi 91 persen.

Tantangan Industri Karet Indonesia

Di sisi lain, Indonesia ternyata cukup banyak mengimpor karet sintetis. Pada 2021, impor karet sintetis mencapai 388,85 ribu ton atau senilai 884,46 juta dollar Amerika Serikat (AS). Selama sepuluh tahun terakhir, volume impor ini adalah yang terbesar. Hal itu menunjukkan tentunya ada yang perlu dibenahi dengan industri hilir karet Indonesia.

Sampai sekarang, Indonesia masih tergantung pada impor produk-produk karet olahan lantaran fasilitas pengolahan-pengolahan domestik kurang memadai dan industri manufaktur juga kurang berkembang dengan baik.

Selain itu, amblesnya harga karet internasional menjadi salah satu tantangan ekspor karet Indonesia. Sejak 2011, harga karet internasional terus melemah sehingga walaupun volume ekspor karet Indonesia cenderung stabil namun nilai ekspornya justru turun drastis hingga 65 persen lebih, dari 11,76 milyar dollar AS menjadi 4,02 milyar dollar AS. Padahal pada waktu yang sama, volume ekspor karet Indonesia tidak turun sebanyak itu, hanya dari 2,56 juta ton menjadi 2,34 juta ton. 

Lemahnya harga karet internasional disebabkan oleh aktivitas ekonomi global yang lemah dan melimpahnya pasokan karet alam serta menurunnya permintaan karet China dimana Negara Tirai Bambu ini adalah salah satu negara konsumen karet terbesar di dunia.