Scroll untuk baca artikel
Terkini

Indonesia Dulu ‘Raja Cengkeh Dunia’, Masihkah Kini?

Redaksi
×

Indonesia Dulu ‘Raja Cengkeh Dunia’, Masihkah Kini?

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Dahulu kala, salah satu alasan pelayaran bangsa Eropa menjelajah Indonesia lantaran negeri ini kaya akan rempah-rempah. Terdaftar setidaknya ada tujuh rempah-rempah unggulan Indonesia waktu itu yang memiliki banyak peminat, diantaranya jahe, kunyit, cengkeh, vanila, pala, kayu manis, dan lada.

Berbeda dengan Eropa, Indonesia yang beriklim tropis mempunyai kelembapan dan tanah yang subur untuk ditanami rempah-rempah. Dimana rempah-rempah pada saat itu merupakan komoditas berharga di Eropa sana.

Sebut saja salah satunya cengkeh. Rempah dengan nama latin Syzygium aromaticum ini kaya akan manfaat, seperti sebagai pengawet bahan makanan dan penyedap rasa alami.

Selain itu juga, dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku di industri rokok, obat-obatan, dan minuman. Bahkan, tanaman cengkeh ini hampir seluruh bagiannya dapat dimanfaatkan, baik itu daun, bunga, maupun tangkai bunganya.

Produksi Cengkeh Tanah Air

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) melaporkan produksi cengkeh Indonesia pada 2020 sebanyak 133.604 ton. Jumlah itu adalah yang terbesar di dunia, karenanya Indonesia menempati peringkat nomor wahid sebagai negara penghasil cengkeh terbesar di dunia.

Bahkan, produksi Indonesia itu terpaut jauh dengan Madagaskar yang menempati peringkat kedua. Negara yang terletak di Afrika Timur itu hanya mampu memproduksi cengkeh sebanyak 23.931 ton. Malaysia yang bersebelahan dengan Indonesia pun hanya menempati peringkat delapan dengan produksi 220 ton.

Dengan volume produksi sebanyak itu, cengkeh Indonesia tidak hanya mencukupi kebutuhan cengkeh dalam negeri, tapi juga diekspor ke pasar dunia. Menurut Kementerian Pertanian (Kementan), ekspor Indonesia menembus hingga 47,7 ribu ton. Jumlah tersebut melonjak tinggi 84 persen dari tahun sebelumnya, 25,9 ribu ton pada 2019.

Ironinya, memasuki 2021 impor cengkeh Indonesia malah naik tajam hingga 10,02 ribu ton., dikutip dari data Trade Map. Bahkan, di kuartal III 2022, impor cengkeh Indonesia mencapai 5,98 ribu ton, dibandingkan tahun sebelumnya pada periode yang sama, kenaikan itu naik tiga kali lipat lebih. 

Sementara itu, dari sisi ekspor, sepanjang tahun 2021 ekspor cengkeh Indonesia anjlok hingga 58 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi 20,14 ribu ton. Bahkan, masuk periode Januari-Oktober 2022, ekspor cengkeh Indonesia masih terus ambles hingga 53,71 persen menjadi 8,2 ribu ton dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

Rendahnya Produktivitas Cengkeh Dalam Negeri

Merosotnya ekspor cengkeh Indonesia dimana pada saat yang sama impor justru naik pesat adalah ‘alarm’ bahwa produksi cengkeh dalam negeri sedang tidak baik-baik saja.

Memang, permasalah di sektor industri cengkeh sejatinya kompleks. Setidaknya, menurut Mantan Direktur Jenderal Perkebunan Kementan, Gamal Nasir ada beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya produktivitas cengkeh dalam negeri, diantaranya perubahan iklim global, banyak tanaman sudah tua dan rusak, serangan hama, keterbatasan sarana produksi, kualitas bibit, sumber daya manusia yang masih dibawah rata-rata, dan kelembagaan yang masih lemah.

Maka dari itu, dalam hal ini pemerintah mempunyai peran yang vital untuk mendorong kemajuan sektor komoditi cengkeh, seperti upaya pemerintah dalam mengembangkan inovasi teknologi di sektor ini, penyediaaan fasilitas yang memadai, percepatan industri hilir, dan pengendalian harga cengkeh.

Selain itu, mantan Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar Kementan, Aswar Abubakar menyebutkan bahwa jatuhnya harga cengkeh ternyata membekas trauma di ingatan para petani cengkeh dalam negeri. Imbasnya, banyak petani cengkeh yang kemudian beralih untuk menanam komoditi lain. [rif]