Scroll untuk baca artikel
Blog

Ironi, Indonesia Negara Kaya tapi Gizi Buruk Masih Tinggi

Redaksi
×

Ironi, Indonesia Negara Kaya tapi Gizi Buruk Masih Tinggi

Sebarkan artikel ini

Stunting erat kaitannya dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yakni sejak anak masih di dalam kandungan hingga berusia 2 tahun.  Penyebabnya saat dalam kandungan anak kekurangan asupan protein.

Ada relevansi antara stunting dengan minimnya pengetahuan masyarakat terkait gizi. Begitu ungkap Direktur Gizi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Doddy Irawan saat saya wawancarai pada Desember 2018.

Ia mengatakan kecukupan gizi energi pada orang normal adalah 2100 Kkal, sementara pada ibu hamil harus ditambah 350 Kkal. Penambahan berat badan ibu harus di antara 12–16 kilogram dan lingkar lengannya tidak boleh kurang dari 23,5 sentimeter.

Kurang dari angka tersebut bisa menyebabkan anak lahir dengan berat badan rendah, panjang lahirnya kurang dari 48 cm dan premature. “Jika seperti itu anak berisiko stunting,” ujar Doddy.

Ia menyayangkan kesadaran masyarakat Indonesia, khususnya kaum perempuan tentang pemenuhan gizi masih sangat rendah. Mereka terbiasa makan seadanya, asal kenyang, tak peduli nutrisi apa yang terkandung dalam menu yang dikonsumsi.

Kondisi tersebut makin diperparah dengan stigma perempuan cantik adalah berbadan langsing. Banyak remaja putri yang melakukan diet ekstrem seperti hanya makan buah dan sayur saja, puasa makan, dan minum obat-obatan langsing yang dijual bebas di pasaran.

Hasilnya banyak remaja putri di Indonesia yang mengalami anemia dan kekurangan gizi. Akibatnya tubuh mereka tidak siap untuk mengandung.

Pernikahan dini yang masih cukup tinggi juga memiliki peran besar terhadap tingginya angka stunting di Indonesia. Begitu juga dengan budaya patriaki dan buruknya sanitasi.

Jika masalah-masalah tersebut belum tuntas, maka sulit bagi Indonesia menurunkan angka stunting. Apalagi saat ini sedang ada pandemi.

Baru-baru ini, Organisasi Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) mengkhawatirkan terjadinya peningkatan tajam dalam jumlah anak-anak yang mengalami masalah gizi di Indonesia. Sebab fasilitas kesehatan yang terbebani, rantai pasokan makanan yang terganggu dan hilangnya pendapatan masyarakat karena Covid-19.

Mereka mengumumkan jumlah anak yang mengalami kekurangan gizi akut akan meningkat secara global sekitar 15 persen, jika tidak adanya tindakan yang tepat waktu.

“Banyaknya keluarga yang kehilangan pendapatan rumah tangga membuat mereka kurang mampu membeli makanan sehat dan bergizi,” kata Debora Comini, perwakilan UNICEF.

UNICEF pun mendesak pemerintah untuk mencegah dan mengurangi masalah gizi ini.

Namun, jika merujuk pada lagu yang dinyanyikan oleh Yon Koeswoyo tadi, seharusnya Indonesia mampu mengatasi masalah ini. Karena sumber makanan yang sangat bernutrisi mudah didapat di sekitar dengan harga yang sangat murah.