Barisan.co
  • Beranda
  • Opini
  • Analisis
    • Esai
    • Analisis Awalil
    • Perspektif
  • Kolom
  • Khazanah
  • Lifestyle
  • Sosok
  • Sastra
  • Barisan Tv Network
    • Barisan Tv
    • Awalil Rizky
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Opini

Ironi, Indonesia Negara Kaya tapi Gizi Buruk Masih Tinggi

:: Yusnaeni
25 Januari 2021
dalam Opini
Ironi, Indonesia Negara Kaya tapi Gizi Buruk Masih Tinggi

Ilustrasi: Dok. Pemprov DKI Jakarta

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp
Oleh: Yusnaeni

Bukan lautan atau kolam susu
Kail dan jala cukup menghidupimu
Tiada badai, tiada topan kau temui

Ikan dan udang menghampiri dirimu
Orang bilang tanah kita tanah surga
Tongkat kayu dan batu jadi tanaman

Begitulah potongan lagu Koes Plus yang berjudul “Kolam Susu”. Lagu era 70-an ini menggambarkan Indonesia sebagai negara yang subur dan kaya raya.

Kita semua pasti tahu, Indonesia merupakan negara kepulauan. Luas lautannya sekitar 3,25 juta km persegi, terbentang dari Sabang hingga Merauke. Bahkan tanah kelahiran kita ini berada di segitiga terumbu karang atau coral triangle.

Kondisi geografis itu membuat perairan Indonesia menjadi rumah bagi sekitar 1.650 spesies hewan akuatik.

Kini Indonesia berada di peringkat tiga setelah India sebagai negara penghasil ikan terbesar di dunia. Setiap tahun Indonesia mampu memproduksi ikan sebanyak 6,10 juta ton.

BACAJUGA

Cukup 4.000 Langkah Berjalan Kaki Dapat Kurangi Risiko Penyakit Kardiovaskular, Sayangnya Indonesia Paling Malas

Cukup 4.000 Langkah Berjalan Kaki Dapat Kurangi Risiko Penyakit Kardiovaskular, Sayangnya Indonesia Paling Malas

25 Agustus 2023
Target Turunkan Stunting Tahun 2024 Jadi Beban Pemerintahan Berikutnya

Target Turunkan Stunting Tahun 2024 Jadi Beban Pemerintahan Berikutnya

17 Agustus 2023

Tak hanya sebagai penghasil ikan terbesar, Indonesia juga masuk lima besar eksportir pertanian terbaik di dunia. Indonesia memiliki jumlah lahan pertanian sebesar 570 kilometer persegi dan ekspor komoditi pertanian mencapai Rp416, 8 triliun atau sekitar US$29, 21 miliar.

Tak heran jika Koes Plus menulis lirik, “tongkat kayu dan batu jadi tanaman”. Artinya tongkat kayu adalah singkong dan batu merupakan ketela. Jika keduanya di lempar ke tanah bisa menjadi tanaman yang bernilai ekonomis.

Logikanya dengan melimpahnya ikan sebagai sumber protein, juga tumpah ruahnya buah dan sayuran sebagai sumber vitamin, seharusnya masyarakat Indonesia sehat secara sosial, ekonomi, dan fisik.

Faktanya, Indonesia menduduki peringkat keempat sebagai negara dengan angka stunting yang cukup tinggi. Data Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) Kementerian Kesehatan 2019 menunjukkan prevalensi balita stunting di Indonesia mencapai 27,7 persen.

Angka tersebut masih terbilang tinggi sebab Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) membuat standar batas maksimal hanya 20 persen.

Sementara itu pemerintah sudah berusaha menekan angka stunting di Indonesia dengan berbagai cara, salah satunya membentuk Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (TP2AK). Namun hingga saat ini angka itu belum juga merosot ke angka maksimal standar WHO.

Lantas apa masalahnya?

Stunting merupakan suatu kondisi kekurangan gizi yang bersifat kronis atau berlangsung dalam waktu lama. Ciri-ciri anak penderita stunting adalah tinggi dan berat badan di bawah standar, rambut kemerah-merahan, dan mengalami gangguan berbicara.

Anak stunting juga mengalami gangguan perkembangan otak dan kecerdasan di bawah rata-rata. Sehingga mereka akan mengalami kesulitan belajar di sekolah. Dampaknya mereka akan sulit mendapat pekerjaan ketika dewasa dan menderita penyakit tidak menular seperti kanker, diabetes, anemia, dan sebagainya.

Stunting erat kaitannya dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yakni sejak anak masih di dalam kandungan hingga berusia 2 tahun.  Penyebabnya saat dalam kandungan anak kekurangan asupan protein.

Ada relevansi antara stunting dengan minimnya pengetahuan masyarakat terkait gizi. Begitu ungkap Direktur Gizi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Doddy Irawan saat saya wawancarai pada Desember 2018.

Ia mengatakan kecukupan gizi energi pada orang normal adalah 2100 Kkal, sementara pada ibu hamil harus ditambah 350 Kkal. Penambahan berat badan ibu harus di antara 12–16 kilogram dan lingkar lengannya tidak boleh kurang dari 23,5 sentimeter.

Kurang dari angka tersebut bisa menyebabkan anak lahir dengan berat badan rendah, panjang lahirnya kurang dari 48 cm dan premature. “Jika seperti itu anak berisiko stunting,” ujar Doddy.

Ia menyayangkan kesadaran masyarakat Indonesia, khususnya kaum perempuan tentang pemenuhan gizi masih sangat rendah. Mereka terbiasa makan seadanya, asal kenyang, tak peduli nutrisi apa yang terkandung dalam menu yang dikonsumsi.

Kondisi tersebut makin diperparah dengan stigma perempuan cantik adalah berbadan langsing. Banyak remaja putri yang melakukan diet ekstrem seperti hanya makan buah dan sayur saja, puasa makan, dan minum obat-obatan langsing yang dijual bebas di pasaran.

Hasilnya banyak remaja putri di Indonesia yang mengalami anemia dan kekurangan gizi. Akibatnya tubuh mereka tidak siap untuk mengandung.

Pernikahan dini yang masih cukup tinggi juga memiliki peran besar terhadap tingginya angka stunting di Indonesia. Begitu juga dengan budaya patriaki dan buruknya sanitasi.

Jika masalah-masalah tersebut belum tuntas, maka sulit bagi Indonesia menurunkan angka stunting. Apalagi saat ini sedang ada pandemi.

Baru-baru ini, Organisasi Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) mengkhawatirkan terjadinya peningkatan tajam dalam jumlah anak-anak yang mengalami masalah gizi di Indonesia. Sebab fasilitas kesehatan yang terbebani, rantai pasokan makanan yang terganggu dan hilangnya pendapatan masyarakat karena Covid-19.

Mereka mengumumkan jumlah anak yang mengalami kekurangan gizi akut akan meningkat secara global sekitar 15 persen, jika tidak adanya tindakan yang tepat waktu.

“Banyaknya keluarga yang kehilangan pendapatan rumah tangga membuat mereka kurang mampu membeli makanan sehat dan bergizi,” kata Debora Comini, perwakilan UNICEF.

UNICEF pun mendesak pemerintah untuk mencegah dan mengurangi masalah gizi ini.

Namun, jika merujuk pada lagu yang dinyanyikan oleh Yon Koeswoyo tadi, seharusnya Indonesia mampu mengatasi masalah ini. Karena sumber makanan yang sangat bernutrisi mudah didapat di sekitar dengan harga yang sangat murah.

Tinggal bagaimana mengedukasi masyarakat tentang pentingnya hidup sehat dan konsumsi makanan bergizi. Karena hakikatnya kita makan untuk sehat bukan untuk kenyang. []

Topik: Gizi BurukHari Gizi NasionalOrganisasi Kesehatan Dunia (WHO)stuntingUNICEF
BagikanTweetSend
Yusnaeni

Yusnaeni

POS LAINNYA

Makam Diponegoro
Opini

Perlukah Kita Memindah Makam Pangeran Diponegoro?

25 September 2023
Perusahaan Koperasi
Opini

DIVVY: Keunggulan Sistem Perusahaan Koperasi

24 September 2023
Koalisi Perubahan vs Non Perubahan = Koalisi Kerakyatan vs Koalisi Kekuasaan
Opini

Koalisi Perubahan vs Non Perubahan = Koalisi Kerakyatan vs Koalisi Kekuasaan

22 September 2023
Apakah Keuntungan Itu
Opini

Apakah Keuntungan Itu?

21 September 2023
Oligarki yang Menagih Hutang
Opini

Masa Lalu, Masa Depan, dan Oligarki yang Menagih Hutang

21 September 2023
Prabowo dan Ganjar Menunggu Godot?
Opini

Prabowo dan Ganjar Menunggu Godot?

20 September 2023
Lainnya
Selanjutnya

Jangan Asal Beli Produk! Ini 5 Rekomendasi Skincare untuk Bayi

Banjir Jakarta, Tiba Saatnya Salahkan Anies

Banjir Jakarta, Tiba Saatnya Salahkan Anies

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

Viral Perundungan di Sekolah, 72%  Mengaku Pernah Mengalami, Ini Datanya
Terkini

Viral Perundungan di Sekolah, 72%  Mengaku Pernah Mengalami, Ini Datanya

:: Beta Wijaya
30 September 2023

BARISAN.CO - Viral insiden perundungan di lingkungan sekolah terjadi lagi, hal itu semakin menjadi sorotan di media sosial dan arus...

Selengkapnya
Majelis Sholawat An-Nahdhiyyah Indonesia

Doakan Kemenangan Anies-Cak Imin, Majelis Sholawat An-Nahdhiyyah Rutin Gelar Istigosah

30 September 2023
VAR: Inovasi yang Membantu Wasit Mengambil Keputusan

VAR: Inovasi yang Membantu Wasit Mengambil Keputusan

30 September 2023
Kejayaan Kelapa Berakhir, Mangrove Telanjur Rusak

Kejayaan Kelapa Berakhir, Mangrove Telanjur Rusak

30 September 2023
Melalui Video Call, Anies Minta Relawan Manies di Ambon Jaga Kesolidan dan Kesantunan

Melalui Video Call, Anies Minta Relawan Manies di Ambon Jaga Kesolidan dan Kesantunan

30 September 2023
Promosi Pinjam Perangkat IQOS 14 Hari Dikhawatirkan Meningkatkan Jumlah Perokok Anak

Promosi Pinjam Perangkat IQOS 14 Hari Dikhawatirkan Meningkatkan Jumlah Perokok Anak

30 September 2023
Bakorsi Kecamatan gatak

Tim Kecamatan Gatak Akan Dikukuhkan, Begini Pesan Ketua Bakorsi Sukoharjo

30 September 2023
Lainnya

SOROTAN

Makam Diponegoro
Opini

Perlukah Kita Memindah Makam Pangeran Diponegoro?

:: Ananta Damarjati
25 September 2023

Pengambilan keputusan terkait pemindahan makam seorang pahlawan harus melibatkan kajian yang mendalam. SULIT sekali membayangkan Indonesia tanpa makam Pangeran Diponegoro....

Selengkapnya
Perusahaan Koperasi

DIVVY: Keunggulan Sistem Perusahaan Koperasi

24 September 2023
Koalisi Perubahan vs Non Perubahan = Koalisi Kerakyatan vs Koalisi Kekuasaan

Koalisi Perubahan vs Non Perubahan = Koalisi Kerakyatan vs Koalisi Kekuasaan

22 September 2023
Apakah Keuntungan Itu

Apakah Keuntungan Itu?

21 September 2023
Oligarki yang Menagih Hutang

Masa Lalu, Masa Depan, dan Oligarki yang Menagih Hutang

21 September 2023
Prabowo dan Ganjar Menunggu Godot?

Prabowo dan Ganjar Menunggu Godot?

20 September 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Beranda
  • Opini
  • Analisis
    • Esai
    • Analisis Awalil
    • Perspektif
  • Kolom
  • Khazanah
  • Lifestyle
  • Sosok
  • Sastra
  • Barisan Tv Network
    • Barisan Tv
    • Awalil Rizky

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang