Kembali Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah terjadi banjir. Tidak butuh lama, hanya beberapa jam pusat kota hingga pinggiran kota perbatasan antar Kota Semarang seperti di wilayah Kecamatan Genuk berlimpah air. Bahkan Kantor Gubernur Provinsi Jawa Tengah menerima imbas banjir tersebut.
Air hujan yang begitu derasnya membuat aktivitas berhenti. Termasuk apa yang dialami pacar saya, ia memberikan kabar pada pukul 17.00 WIB bahwa dirinya baru sampai stasiun Poncol. Ia meminta izin ngaji diliburkan dan pulang malam.
Kabar menunjukkan bahwa jalan-jalan sudah dipenuhi air. Waktunya para pekerja pulang ke rumah, sehingga di jalan tampak padat dengan para pengendara. Bahkan air hujan yang memenuhi jalan, membuat banyak pemakai mobil parkir di jalanan. Sehingga harus keluar dan menepi.
Seyogyanya pacar saya sampa di rumah hanya butuh waktu 15 menit. Ternyata ia sampai di rumah pukul 20.30 WIB. Ia harus mencari jalan alternatif agar cepat sampai di rumah.
Di media sosial sudah ramai bahwa Ibukota Jawa Tengah tersebut banjir. Begitu pun grup-grup Whatshapp yang memberikan beragam info. Mulai dari video air yang membanjiri kota Semarang, info jalan-jalan yang terkena banjir. Serta info supaya tidak melewati jalur banjir, meminta cari jalan alternatif.
Bagi kalangan Guyonis, banjir menjadi sasaran empuk untuk memberikan harapan dan kenangan atas kebijakan. Para Guyonis memberikan beragam cara melimpahkan tawanya melalui beragam aktivitas.
Tawa tersebut bisa berupa hujan-hujanan maupun meme. Ada hal yang menarik atas kerap kali terjadinya banjir tiap tahun ini. Misalnya meme bahwa, “Di kantor Gubernur terjadi genangan air, dan DKI Jakarta alami banjir.”
Dua istilah yang senantiasa jadi sasaran para Guyonis yakni antara banjir dan genangan. Lantas apakah ada perbedaan istilah tersebut?
Genangan dan banjir
Menurut Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) dikutip dari detik.com, ada perbedaan pada istilah tersebut. Lapan menjelaskan perbedaan tersebut berdasarkan klasifikasi.
Ada lima poin pada klasifikasi tersebut yakni skala waktu, skala ruang, penyebab, dan dampak. Seperti banjir berdasarkan penyebabnya, contohnya banjir bandang, banjir, dan banjir rob.
Sementara itu, genangan tidak memiliki klasifikasi apa pun. Kemudian, untuk skala waktu, banjir bisa terjadi dalam waktu yang lama, bisa lebih dari 24 jam.
Sedangkan genangan hanya terjadi dalam waktu yang singkat, yakni kurang dari 24 jam. Untuk skala ruang, ada perbedaan yang sangat mencolok antara banjir dan genangan.
Dikategorikan banjir jika ketinggian air melebihi 40 cm. Mencakup area yang luas dan biasanya memiliki radius lebih dari 100 meter.
Sedangkan untuk genangan, skala ruangnya adalah ketika ketinggian air kurang dari 40 sentimeter, dengan luas area hanya terkonsentrasi di satu bagian saja, dan biasa mencakup area kurang dari 100 meter.
Sementara itu, dari segi faktor penyebab, banjir bisa disebabkan oleh alam ataupun manusia atau justru ada faktor kombinasi dari keduanya yang kompleks. Namun untuk genangan, penyebab lebih dominan karena faktor manusia atau sistem drainase.
Kemudian terkait dampak, banjir dampaknya besar dan signifikan. Banjir mencakup kerugian materi dan bahkan nyawa. Berbeda dengan genangan yang dampaknya kecil, bahkan tidak ada.
Inilah limpahan air yang penuh dengan keberkahan. Sedangkan para Guyonis hanya sekadar mencari kebahagiaan, sebab terkadang mengartikan banjir sebagai musibah atau banjir. Karena setiap apa yang terjadi ada sebab. Banjir ataupun genangan adalah akibat dari sebab itu.