BARISAN.CO – 44 tahun, usia yang sudah terlalu tua untuk seorang pemain bola profesional. Sebab, makin berumur maka makin menurun juga kemampuan fisik dan stamina, sehingga performa yang menurun itu membuat seorang pemain lebih memilih gantung sepatu.
Namun, tidak bagi Gianluigi Buffon. Meski bermain di kasta kedua liga sepak bola Italia, Parma, tapi ia tetap menjadi pilihan utama dalam skuat dengan nomor punggung 1.
Walaupun, Buffon muda tentu berbeda dengan ia sekarang yang sudah tua. Mungkin, gawangnya sudah tak seangker dulu, tapi ia tetap terus memberikan permainan terbaik untuk timnya.
Mengenang Buffon muda maka membuat siapa saja terpental ke masa 27 tahun silam. Saat itu, usianya baru menginjak 17 tahun. Usia yang sangat muda untuk penghuni tim reguler Parma, sehingga dengan usia yang masih belia dan juga minim pengalaman menjadikannya hanya sebagai kiper pelapis.
Tak dinyana, ketika hendak menghadapi juara bertahan, AC Milan, Parma tak dapat memainkan kiper utamanya, Luca Bucci lantaran dibekap cedera. Akhirnya, pada 19 November 1995, Buffon memainkan laga debutnya di tim senior Parma.
Disaksikan 28.000 pasang mata, entah apa yang ada di benak Buffon waktu itu ketika harus menjaga jala gawangnya dari gempuran para pemain bintang AC Milan, seperti George Weah, Roberto Baggio, Marco Simone, dan Paolo Maldini. Kiper muda itu justru bermain dengan penuh percaya diri, tak nampak demam panggung di raut wajahnya.
Tanpa beban. Melansir dari The Flanker, bahkan sebelum menjelang laga dimulai, Buffon malah bersesumbar pada rekan-rekanya di ruang ganti, “Semoga mereka (AC Milan) memperoleh penalti sehingga saya bisa menggagalkannya,” ujarnya.
Untungnya, laga berjalan tanpa ada penalti, dan Buffon berhasil menjaga gawangnya dari kebobolan. Akhirnya, laga usai dengan hasil seri. Dan, berkat penampilannya yang apik, nama Buffon kemudian menghiasi berbagai headline surat kabar Italia.
Perjalanan Sang Legenda
Perlahan, Buffon mulai mendapatkan menit bermainnya. Barulah di musim 1996/1997 ia memperoleh tempat reguler di skuat Parma. Tercatat, dari 220 penampilannya, ia membuat 85 clean sheet. Tak hanya itu, Buffon muda akhirnya mengantarkan timnya pada gelar juara Coppa Italia dan Liga Europa 1998/1999.
Muda dan kokoh, klub mana yang tidak kepincut dengan kemampuan Buffon. Juventus akhirnya menjadi klub yang meminangnya dari Parma pada akhir Agustus 2001. Demi mendapatkannya, Juventus harus rela merogoh kocek dalam hingga 52 juta euro. Tentu, dengan nilai sebesar itu, Buffon menjadi kiper termahal pada masanya.
Lagi-lagi, Buffon tak hanya menunjukkan kelasnya sebagai kiper termahal disana. Tapi, di mata Juventini-fans Juventus, ia telah menjelma menjadi legenda. Pasalnya, ia tak hanya mengantarkan Juventus ke berbagai gelar juara, tapi ketika Juventus harus menjalani hukuman sehingga bermain di Serie B, ia tetap setia menjaga gawangnya di Turin.
Selama 17 tahun Buffon berseragam Juventus, dan mencatatkan 509 caps bermain. Di musim 2018-2019, ia hijrah ke Paris Saint-Germain. Tak lama disana, hanya semusim, ia kembali lagi ke markas Si Nyonya Tua.
Juventus membutuhkannya, dan ia tidak bisa menolak permintaan itu. Baginya, Juventus adalah keluarga. “Saya tidak akan pernah berucap tidak kepada keluarga, dan saya senang bisa pulang ke rumah,” katanya, dikutip dari The Flanker.
Bahkan, saat berseragam Juventus lagi, Buffon sudah tak mengenakan nomor punggung kebesarannya, nomor 1. “Sudah semestinya sang kiper utama, Szczesny, memakai nomor punggung 1,” sebutnya, dilansir dari Football Italia. Tentu, keteladanan itu membuatnya pantas menyandang titel legenda.