Scroll untuk baca artikel
Blog

Jokowi, Kemerosotan Reformasi dan Kemunduran Demokrasi Global

Redaksi
×

Jokowi, Kemerosotan Reformasi dan Kemunduran Demokrasi Global

Sebarkan artikel ini

Di Amerika Tengah dan di Afrika sub-Sahara,, di mana politik sering dirusak oleh struktur mafia, realitas perusakan demokrasi itu bermanifestasi melalui individu yang mengamankan situasi politik yang buruk dan mengeksploitasi pelembagaan proses politik yang lemah.

Di Eropa Timur, demokrasi yang sepuluh tahun lalu  diklasifikasikan sebagai konsolidasi, stabil, sekarang memiliki cacat besar dalam proses politik mereka. Contoh Polandia dan Hongaria menggagalkan prinsip-prinsip Uni Eropa  tentang aturan ‘’Negara hukum.”

Di kawasan Amerika Latin, Eropa Timur, Afrika, Asia Tenggara, Timur Tengah dan kawasan lainnya, demokrasi yang sebelumnya telah mapan, kini telah tergelincir ke dalam kategori “demokrasi yang rusak atau buruk’’.

Penggerak utamanya adalah para elit politik dan ekonomi yang ingin melindungi klien dan sistem korup/KKN serta merusak Negara Hukum yang ada.

Sejauh ini, di sebagian besar dari 137 negara menghadapi sistem politik berdasarkan partisipasi semu dan sistem ekonomi yang mendistorsi persaingan dan mencegah partisipasi ekonomi dan social, dimana  Indonesia sudah masuk kategori ini, demikian laporan the Economist.

Dalam konteks ini, Milan Svolik, ahli ilmu politik di Yale University, dalam Journal of Democracy edisi Juli 2019 memperingatkan bahwa dahulu, ancaman demokrasi umumnya datang dari kudeta militer.

Namun di era pasca-Perang Dingin, ancaman justru datang dari arah lain, yaitu polarisasi dalam masyarakat yang begitu mendalam, di mana “political cleavages”, pembelahan politik dalam masyarakat, begitu akut sehingga sulit dijembatani. (Ulil Abshar Abdalla, 2020).

Studi  Svolik sebelumnya mengenai kemunculan kekuasaan yang otoriter serta tipe-tipenya (“The Politics of Authoritarian Rule”, Cambridge, 2012) telah memperkaya  pengetahuan kita mengenai otoritarianisme dan kediktatoran.

Menurut Svolik, yang mendorong politik dalam kediktatoran dan otoritarianisme adalah bahwa rezim-rezim otoriter  menghadapi dua konflik mendasar. Pertama, diktator menghadapi ancaman dari massa di mana mereka memerintah – ini adalah masalah kontrol otoriter.

Kedua, adalah masalah pembagian kekuasaan yang otoriter,  dan ini  muncul dari para elit yang diperintah oleh  diktator tsb. Dalam kediktatoran atau otoritarianisme, tidak ada otoritas independen yang memiliki kekuatan untuk menegakkan kesepakatan di antara aktor-aktor kunci,  dan  oleh sebab itu, kekerasan adalah penengah utama konflik dan perbedaan yang ada.

Harus Fokus

Presiden Jokowi muncul dari rahim sistem politik oligarkis berbaju demokrasi, yang bersenyawa dengan kultur feodal dan primordial masyarakat.