BARISAN.CO – Meski program vaksinasi Covid-19 sudah berjalan, namun hingga saat ini masih saja orang yang enggan menerima vaksin. Berbagai ketakutan menghantui masyarakat. Diperparah dengan sejumlah kabar hoax yang beredar di media sosial.
Padahal sejarah mencatat, beberapa penyakit berhasil dihentikan karena vaksinasi. Sebagai contoh vaksinasi telah membantu mengurangi kasus global mumps (gondong), measles (campak), dan rubella (campak Jerman).
Bahkan kita bisa terbebas dari penyakit polio karena vaksinasi. Pemberian vaksin polio sudah dilakukan sejak kita masih kecil.
Polio merupakan penyakit yang menyerang saraf yang dapat menyebabkan kelumpuhan. Penyebabnya adalah virus polio yang masuk melalui rongga mulut atau hidung lalu menyebar di dalam tubuh melalui aliran darah.
Kasus polio dilaporkan pada 1980 dan puluhan ribu orang terinfeksi. Hingga vaksin ditemukan, kasusnya semakin menurun. Dalam laporan organisasi kesehatan dunia (WHO) terbaru menunjukkan polio hampir hilang dari seluruh penjuru dunia.
Berkurangnya kasus penyakit – penyakit tersebut mengingatkan kita bahwa vaksinasi sangatlah penting untuk menghentikan penyebaran virus corona saat ini.
Vaksin pertama kali dikenalkan oleh Edward Jenner, seorang dokter berkebangsaan Inggris. Pada tahun 1796, ia melakukan imunisasi variola atau cacar pada seorang anak usia delapan tahun bernama James Phipps. Setelah itu anak ini tidak tertular variola.
Sejak itu vaksin digunakan untuk mengatasi penyakit yang disebabkan virus atau bakteri.
Dalam pembuatannya, vaksin menggunakan komponen bakteri atau virus yang dilemahkan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh dan membentuk sel-sel antibodi terhadap penyakit.
Pada Covid-19, vaksin diambil dari bagian kecil virus corona sebagai bahan cetakan kode mRNA. Selanjutnya cetakan mRNA dibalut dengan lemak. Setelah disuntikkan, sel akan membaca cetakan mRNA dan menghasilkan jutaan salinan protein yang serupa. Protein kemudian memacu produksi antibodi yang dapat melindungi tubuh jika virus yang sebenarnya masuk ke tubuh.
Penemuan vaksin Covid-19 berawal dari penemuan genome Corona pada 10 Januari 2020. Saat itu sejumlah pakar menemukannya dan menjadi langkah awal penemuan vaksin.
Kemudian sejumlah negara, termasuk Indonesia mengembangkan vaksin Covid-19. Di Indonesia, nama vaksin tersebut adalah Merah Putih. Vaksin ini menggunakan isolat virus yang memang betransmisi di Indonesia.
Sayangnya hingga saat ini, produksi vaksin tersebut belum juga rampung. Lembaga yang memproduksi vaksin Merah Putih seperti Eijkman, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Airlangga dan Universitas Gadjah Mada masih melaporkan status on progress.
Sehingga Indonesia saat ini memutuskan untuk memakai Sinovac. Vaksin yang diimpor dari Tiongkok ini telah melewati uji Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dengan tingkat kemanjurannya 65,3 persen. Sinovac juga sudah mendapat label halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Saat ini jutaan tenaga kesehatan dan ribuan lansia telah disuntikan Sinovac. Hasilnya aman-aman saja. Belum ada laporan efek samping yang berat, melainkan hanya nyeri pada tempat suntikan, bengkak dan kemerahan, nyeri otot dan sendi, demam, lemas, mengigil serta sakit kepala. Namun, reaksi ini sifatnya hanya sementara.
Untuk itu, masyarakat seharusnya tidak perlu khawatir. Justru sebaiknya memanfaatkan kesempatan ini, sebab jumlah vaksin sangat terbatas.
“Jika Anda bisa divaksinasi, manfaatkan privilege ini. Selain jumlahnya terbatas, banyak orang yang tidak bisa divaksin karena masuk daftar dikecualikan,” kata Prof. Dr. dr. Iris Rengganis, SpPD, K-AI pada bincang kesehatan (Healt Talk) dengan tema “Kupas Tuntas Vaksin Covid-19 dan Nutrisi untuk Lansia” yang diselenggarakan oleh Entrasol, Minggu (7/3/2021).