Scroll untuk baca artikel
Blog

Kekayaan, Ketimpangan, dan Hal-hal yang Tak Pernah Selesai

Redaksi
×

Kekayaan, Ketimpangan, dan Hal-hal yang Tak Pernah Selesai

Sebarkan artikel ini
Oleh: Anatasia Wahyudi

Media sosial membuat orang percaya diri memamerkan kekayaan mereka. Motifnya begitu beragam. Ada yang menjadikan pamer sebagai konten aspiratif agar orang lain bisa seperti dia, ada yang semata caper supaya terkenal, dan lain-lain.

Secara menarik, di China terdapat larangan memamerkan kekayaan. Pada Maret lalu aplikasi video pendek Douyin menyampaikan konten pamer yang dilarang lantaran dianggap mempromosikan nilai-nilai ilusif.

Negeri tirai bambu menganggap pamer kekayaan tidaklah sehat. Melarangnya beredar di media sosial, dengan demikian, berarti menjaga masyarakat dari hal-hal yang tidak sehat.

Larangan konten yang dimaksud antara lain seperti pemujaan uang, eksploitasi anak di bawah umur dalam video produk mewah, pamer status sosial dengan cara yang tidak etis termasuk mengolok-olok orang miskin. Selain itu dilarang pula narasi yang dibuat-buat seperti dari miskin menjadi kaya untuk memasarkan produk, dan deskripsi konten yang tidak diizinkan seperti menyawer uang tunai.

Adapun tujuan larangan itu diberlakukan ialah untuk mempromosikan kesehatan finansial dan gaya hidup beradab. Seperti dilansir dari sixthtone.com, seorang juru bicara Douyin, Ding Yanguang menyebut memamerkan kekayayaan akan menyebabkan lingkungan sosial tercemar dan sangat bebahaya bagi kesehatan mental maupun fisik terutama anak di bawah umur.

“Melawan konten vulgar adalah cara platform secara bertahap dapat membimbing penggunanya menuju pola pikir dan gaya hidup yang lebih positif,” kata Ding.

Selain itu, dikutip dari Global Times, profesor new media di Universitas Jinan, Tan Tian mengatakan video pendek berisi tentang pemujaan uang seperti itu memiliki banyak penggemar.

“Seorang blogger dengan jutaan penggemar harus menyadari bahwa sebagai figur publik ia perlu bertanggung jawab secara sosial terhadap penyebaran nilai-nilai hidup yang sehat. Akan tetapi, banyak dari mereka yang tidak memiliki kesadaran ini dan hanya melihat uang sebagai tujuan,” tutur Tan.

Tan juga menyarankan agar platform video pendek dapat memainkan peran pengawasan serta pengembangan lingkungan daring yang sehat.

Ketimpangan di Tanah Air

Apakah Indonesia perlu meniru China, terutama di saat ketimpangan semakin melebar seperti sekarang? Barangkali. Langkah itu mungkin bisa jadi the last bastion of common sense di negeri ini, apalagi di saat banyak figur publik kita punya masalah dengan nurani dan etika dan kepekaan sosial mereka masing-masing.

Sorotan terhadap mereka juga muncul dari berbagai kalangan. Ekonom Awalil Rizky, dalam Mimbar Virtual yang diselenggarakan Barisanco, Kamis (3/6/2021), juga menyoroti hal tersebut.

“Ketika sebagian orang mempertontonkan kekayaannya, yang korupsi bernyanyi, itu jadi bagaimana kita? Terlepas dari enggak salah, terserah youtuber, tapi dia memamerkan kekayaan seperti itu apa yang akan terjadi pada bangsa ini?” katanya.

Menurut Awalil, ekonomi yang mengedepankan materi dan uang sebagai tolok ukur utama tetap akan berakhir pada ketimpangan. 

“Itu sudah hukum alam. Maka harus dibalik, yang kita kedepankan itu manusia dan nilai,” pungkas Awalil.

Salah satu Youtuber yang sering disorot karena konten pamer kekayaan ialah Atta Halilintar. Namun sialnya, Atta selalu bisa membela diri dengan kalimat “Iri, bilang bos!” dan seperti tak ada orang yang bisa membalas kalimat iseng nan provokatif itu.

Jika melihat situasi saat ini, di mana banyak di antara masyarakat getir berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari, sikap Atta tampak seperti seseorang yang berjalan di atas permadani dan orang sekitar hanya memandanginya tanpa mampu menyentuh.