Hari ketujuh, tepat pukul 00.00 WIB, adik menelpon dengan nada takut. Katanya, bapak menggigil, kakinya dingin, ia sesak dan meracau. Setengah anggota keluarga inti menuju ke rumah sakit. Setengahnya lagi tetap di rumah, mereka salat tahajud untuk memohon kesembuhan bapak.
Di rumah sakit, perawat memberi tahu, bapak memang sempat kritis, demam, dan diberi oksigen. Namun, kondisinya sudah stabil. Kami sangat lega, tapi tetap waspada dengan segala kemungkinan buruk.
Bapak sudah tua, usianya 64 tahun dan punya komorbid. Terinfeksi Covid-19 tentu tak mudah baginya. Orang muda saja mengeluh kesakitan, apalagi bapak.
Tapi, syukurnya di hari kesepuluh bapak dinyatakan negatif. Hasil rontgen di awal menunjukkan paru-paru bapak pneumonia. Di hari kesepuluh hasilnya bersih. Organ lainnya sehat, darahnya juga normal. Mukjizatnya, adik saya pun negatif.
Begitulah manusia, sejatinya adalah makhluk sosial. Hubungan kita dengan orang lain memungkinkan kita bertahan dan berkembang. Dalam situasi pandemi, mengisolasi seseorang dalam kondisi sakit tentu bukanlah solusi yang tepat, meski itu bisa menjauhkan kita atau orang lain dari infeksi.
Berdasarkan penelitian, isolasi sosial dan kesepian bisa memengaruhi kesehatan fisik. Kesepian membuat seseorang menjadi depresi, sehingga bisa memicu berbagai penyakit seperti serangan jantung, tekanan darah tinggi dan stroke.
Sebab, perasaan kesepian mengubah cara pandang seseorang tentang dunia. Ia akan merasa terancam dan tidak percaya pada orang lain yang pada akhirnya akan menganggu pertahanan biologis.
“Kesepian dapat meningkatkan peradangan pada sel – sel kekebalan tubuh, yang diperlukan untuk membantu tubuh kita sembuh dari cidera,” ujar Steve Cole, Direktur Laboratorium Inti Genomika Sosial di Universitas California, Los Angeles.
Ia melanjutkan peradangan yang berlangsung lama akan meningkatkan risiko penyakit kronis. “Kesepian menjadi pupuk bagi penyakit lain. Biologi kesepian dapat mempercepat penumpukan plak di arteri, membantu sel kanker tumbuh dan menyebar, dan meningkatkan peradangan di otak yang menyebabkan penyakit Alzheimer,” jelasnya lagi.
Cole menambahkan orang yang merasa kesepian juga memiliki sel kekebalan yang lemah dan kesulitan melawan virus. Kondisi tersebut membuat mereka lebih rentan terhadap penyakit.
Maka tak heran, banyak pasien Covid-19 yang meninggal dunia saat menjalani isolasi. Bagi mereka yang meninggal saat isolasi mandiri di rumah, bukan hanya tentang ia tak mendapat penanganan yang tepat, tapi juga perasaan kesepian, ketakutan, dan kecemasan yang dihadapinya seorang diri.