Barisan.co – Pola pembangunan yang masih mengutamakan pembangunan ekonomi mengesampingkan kondisi lingkungan membuat kualitas lingkungan hidup lebih rendah karena kurang diperhatikan. Proyek pembangunan “Jurrasic Park Komodo” di kawasan konservasi Taman Nasional Komodo, dalam bentuk apa pun, tetap akan memiliki dampak bagi satwa liar, ekosistem, dan masyarakat sekitar.
Menurut pemerhati lingkungan, Dr. Andi Yanuardi yang saat ini sedang melanjutkan pendidikannya di Utrecht University berpendapat apapun aktivitas manusia yang mempengaruhi alam itu pasti akan mempengaruhi suatu ekosistem.
“Tentunya ketika hotel pasti nanti ada lampu, suara manusia. Gambar yang viral itu memperlihatkan truk yang berhadapan dengan Komodo. Walaupun dibilang tidak mengganggu Komodo, tampaknya suara truk itu akan mengganggu siklus kehidupan ekosistem mereka,” kata Andi dalam diskusi mimbar virtual barisan.co, Selasa (3/11).
Pria lulusan UGM ini menyampaikan bahwa suara alam perlu untuk didengar. Sehingga ia menyarankan agar pemerintah perlu mendengar suara aktivis lingkungan. Selama ini alam dianggap sebagai sumber daya yang kemudian dikenalkan ecotourism dengan harapan eksploitasi alam akan berkurang.
“Dari riset yang saya baca, ecotourism juga punya dampak terhadap alam yang harus diperhatikan. Karena disitu ada proses mengganggu ekosistem kemudian ada tanpa sengaja atau tidak kemudian memunculkan over tourism ini kemudian semakin mengganggu batas kesehatan dari eskosistem,” tutur Andi.
Bagian inilah menurut Andi yang perlu dipertimbangkan dari pengambilan keputusan kebijakan publik. Ketika ada pembangunan yang sensitif terhadap kepentingan alam atau lingkungan, tampaknya orientasi ekonomi itu yang menguat.
“Jadi ecotourism dengan tujuan kepentingan-kepentigan bisnis. Tampaknya akan terjadi proses land grabbing dengan skala besar dalam kepentingan bisnis. (dalam kasus komodo –red) Selain riset tentang Komodo dan ahli Komodo, diperlukan juga partisipasi publik,” jelas Andi.
Karena itulah sebuah kebijakan publik memerlukan para saintis. Bukan hanya suara pejabat atau pembisnis. Di sinilah, kata Andi diperlukan sebuah government yang reflektif. Pemerintah perlu mempertimbangkan soal kesadaran terhadap dampak, oleh karenanya dibutuhkan data.
“Apa saja dampak yang terjadi saat ini, apakah keputusan untuk mendorong parawisata dengan skala masif ataupun parawisata premium yang dibangun untuk mendorong keterlibatan bisnis dalam proses itu juga dibangun dengan mempunyai basis data yang kuat? Apakah ada proses monitoring dari proses yang ada dan yang akan dilakukan ke depan. Apakah sudah dipikirkan antisipasi terhadap dampak ke depan. Harusnya ini dibuka ke publik dalam proses pengambilan keputusan kebijakan tersebut,” pungkas Andi. []