Scroll untuk baca artikel
Blog

Ketika Standar Pembawa Acara Disobek-sobek Tukul Arwana

Redaksi
×

Ketika Standar Pembawa Acara Disobek-sobek Tukul Arwana

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Dengan modal cengengesan dan kejenakaan, Tukul Arwana bukan hanya merajai acara gelar wicara di Indonesia, tapi juga berhasil menggeser standar pembawa acara yang pada masanya identik pintar, komunikatif, berwibawa, on air looking, dan bersuara berat.

Kenapa Tukul begitu fenomenal? Mungkin ia datang di saat yang tepat, saat televisi mengalami titik bosan akan talkshow yang serba ‘formal’. Sebelum Tukul, sebetulnya sudah ada upaya televisi memasukkan unsur lawak dalam gelar wicara. Ada nama Teuku Edwin dan Jody Sumantri. Tapi mereka bukan murni lawak. Mereka penyiar radio Prambors yang kebetulan tampil ngocol.

Tukul alias Rey alias Reynaldi alias Riyanto lahir dari pasangan Abdul Hamid dan Sutimah. Dikutip dari wawancara Tempo, Tukul kecil sempat menumpang hidup ke beberapa keluarga tetangganya di Perbalan, Purwosari, Semarang. Sempat melakoni profesi sebagai sopir, Tukul juga terus mengasah bakat melucu seraya terus mengincar kesempatan. Cerita kegagalan dan penolakan banyak mewarnai perjalanannya.

Di masa Srimulat tayang di Indosiar tahun 1995, Tukul termasuk lapis kedua yang ndepipis menunggu giliran tampil. Namanya tertutup dengan nama besar seperti Gogon, Kadir, Tarzan, dan lain-lain. Sampai suatu ketika, saat para lapis pertama Srimulat ini mulai jenuh dan malas-malasan berekspresi, Tukul Arwana muncul menembus dominasi para seniornya. Sayang beberapa episode setelah kemunculan Tukul, acara Srimulat Indosiar bubar.

Era Empat Mata

Dan kemudian tawaran itu datang. Pada 25 September 2006, Tukul didapuk memandu acara Empat Mata di Trans7. Dari sinilah ia mendapat begitu banyak perhatian terutama lewat cogan “Kembali ke Laptop”. Pada 2007, Tukul dianugerahi Panasonic Awards sebagai pelawak terfavorit. Dua tahun setelahnya, ia mendapat penghargaan yang sama dalam kategori presenter talkshow terfavorit.

Acara Empat Mata bersinar bak bintang terang nyaris satu dekade penuh, lengkap dengan prestasi dan kontroversinya. Peringkat acara yang dipandu Tukul tersebut selalu tinggi, sebelum akhirnya acara tersebut berubah menjadi freakshow dan mendapat teguran banyak pihak.

Pada giliranya, Empat Mata dibreidel KPI dan berkali-kali harus ganti kulit menjadi ‘Bukan Empat Mata’ dan ‘Ini Baru Empat Mata’. Namun materinya tetap sama: mengeksploitasi seks, kekerasan, dan klenik.

Perlahan-lahan tren Tukul menurun setelah itu. Hanya saja, apa yang sudah ia lakukan selama satu dekade telah membalik pakem lama dunia gelar wicara. Dan sejak Tukul Arwana begitu popular, hari ini kita mendapati sebuah perubahan menetap yang tak bakal balik kembali (irreversible) menuju new normal pembawa acara.

Fenomena pelawak yang diplot memandu gelar wicara menjadi barang umum pada masa sekarang. Dan harus diakui, konsensus informal dari format gelar wicara berbumbu lawak yang kita temui hari-hari ini, tak lain merupakan duplikasi Empat Mata yang dilakukan terus menerus.

Begitulah alasannya kenapa kita hari ini akrab dengan Cak Lontong, Sule, Andre, Soimah, dan lain-lain termasuk dulu ada Olga Syahputra. Sejatinya mereka adalah Tukul Arwana dalam versi lebih baru.

Pada satu kesempatan diwawancari oleh Atta Halilintar, Tukul mengaku dibayar Rp50 juta dalam sekali tampil menjadi pembawa acara. Kini, saat banyak pemandu acara cum pelawak beramai-ramai meninggalkan televisi dan beralih ke YouTube, Tukul Arwana masih setia dengan televisi. Acara terbarunya bertajuk “Tukul Arwana One Man Show” mengudara di Indosiar tepat di saat Indonesia tampak putus asa ditimpa pandemi Covid-19.