Barisan.co
  • Beranda
  • Opini
  • Analisis
    • Esai
    • Analisis Awalil
    • Perspektif
  • Kolom
  • Khazanah
  • Lifestyle
  • Sosok
  • Sastra
  • Barisan Tv Network
    • Barisan Tv
    • Awalil Rizky
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Barisan.co
Tak ada hasil
Lihat semua hasil
Beranda Senggang Edukasi

Ki Hadjar Dewantara: Kecerdasan Budi Pekerti

:: Ardi Kafha
15 Desember 2020
dalam Edukasi
Ki Hadjar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara

Bagi ke FacebookCuit di TwitterBagikan ke Whatsapp

SYAHDAN, tujuan pendidikan yang dirumuskan Ki Hadjar Dewantara adalah hamemayu hayuning sarira, hamemayu hayuning bangsa, dan hamemayu hayuning buana.

Ya, Ki Hadjar Dewantara, yang bernama kecil Raden Mas Soewardi Surjaningrat, lahir di Yogyakarta, 2 Mei 1889, adalah putra kedua Kanjeng Pangeran Haryo Surjaningrat, dan cucu Paku Alam III.

Soewardi kecil mendapat gemblengan dari sang bunda yang humanis, dan ayah, lebih-lebih dari sang kakek, yang keras menentang Belanda. Soewardi juga mondok di Pesantren Kalasan, Sleman, di bawah asuhan K.H. Abdurrahman.

Sehingga, Soewardi, meski terlahir sebagai anak ningrat bangsawan, tumbuh menjadi pribadi yang dekat dengan anak-anak dari kalangan jelata.

BACAJUGA

Mengenal Pendidikan ala Taman Siswa yang Didirikan Ki Hajar Dewantara

Mengenal Pendidikan ala Taman Siswa yang Didirikan Ki Hajar Dewantara

3 Juli 2023
taman siswa

Pendidikan itu Bernama ‘Taman Siswa’

13 Mei 2022

Suatu Ketika, Soewardi berkesempatan masuk sekolah dasar untuk anak Eropa, ELS. Ia lantas mengajak teman-temannya untuk turut serta masuk ELS.

Namun, kenyataan berkata lain. Teman-temannya tidak diperbolehkan masuk sebab kejelataaan mereka. Soewardi murung. Ia berjanji suatu saat akan membebaskan anak-anak sebangsanya yang terpinggirkan itu.

Karena keinginannya yang membuncah, hendak membebaskan generasi nusantara dari kebodohan dan belenggu penjajahan, Soewardi, selepas ELS, masuk ke sekolah guru, Kweekschool.

Namun, tidak sampai lulus, hanya bertahan setahun, ia pindah ke sekolah dokter, STOVIA. Dan, ternyata serupa dengan di sekolah guru, di STOVIA pun ia tak lulus.  

Selanjutnya, Soewardi bekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas, sebagai ahli kimia. Lagi-lagi hanya sebentar singgah. Maret 1912, ia ke Bandung bekerja di surat kabar Sedyotomo, De Express, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer.

Selagi menjalani pekerjaan jurnalis, Soewardi aktif di Sarekat Islam cabang Bandung. Lantas bersama Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkoesoemo, Soewardi mendirikan Indische Partij, 25 Desember 1912.  

November 1913, Soewardi menghimpun Komite Bumiputera, sebagai protes atas terbentuknya Komite Perayaan Seratus Tahun Kemerdekaan Belanda dari Prancis.

Komite Bumiputera melancarkan kritik, betapa ironis Belanda yang akan merayakan kemerdekaan dengan cara menarik biaya dari Hindia Belanda. Soewardi menulis “Als Ik Eens Nederlander Was” (Seandainya Aku Seorang Belanda).

“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang kita sendiri telah merampas kemerdekaannya. Sejajar dengan jalan pikiran itu, bukan saja tidak adil, melainkan juga tidak pantas menyuruh si inlander memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Pikiran untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita garuk pula kantungnya. Ayo teruskan penghinaan lahir dan batin itu! Kalau aku seorang Belanda. Apa yang menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku terutama ialah kenyataan bahwa bangsa inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu pekerjaan yang ia sendiri tidak ada kepentingan sedikit pun” (Mata Air Keteladanan, hal. 354).  

Akibat tulisan tersebut, Soewardi dibuang ke Pulau Bangka. Indische Partij pun dilarang. Kedua sahabatnya, Douwes Dekker dan Tjipto juga turut dibuang ke tempat yang berbeda.

Kemudian, ketiga tokoh Indische Partij itu, yang juga dikenal sebagai “tiga serangkai”, mengajukan permintaan untuk disatukan di Belanda, dan permintaan mereka dikabulkan. Alhasil, mereka, tiga serangkai itu menjadi orang buangan di Belanda.

Dalam masa pembuangan di negeri Eropa, Soewardi berkesempatan belajar ilmu Pendidikan. Ia berkenalan dengan ide-ide Froebel dan Montessori, serta model pendidikan Santiniketan yang dikembangkan Rabindranath Tagore.

September 1919, Soewardi Kembali ke tanah air. Ia pun segera mewujudkan gagasan pendidikan untuk kalangan jelata, Taman Siswa, yang resmi berdiri pada 3 Juli 1922. Perguruan Taman Siswa mengombinasikan gagasan pendidikan Barat, dari Froebel dan Montessori, dengan model pesantren yang marak di tanah air, terutama Jawa.

Berikutnya, setelah genap berusia 40 tahun, Soewardi mengganti namanya menjadi Ki Hadjar Dewantara. Ia mendedikasikan diri benar-benar total untuk pendidikan.

Bersama Taman Siswa, ia menandaskan bahwa pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat, baik kekuatan dalam hidup batin maupun kekuatan lahir, yang melekat pada setiap anak. Pendidikan adalah proses belajar menjadi manusia berkebudayaan yang merdeka, yang memahami diri sendiri sekaligus memahami lingkungannya.

Dari situlah tampak, Ki Hadjar Dewantara benar-benar memiliki kedekatan dengan Maria Montessori, Helen Parkhust, Rabindranath Tagore, dan Paulo Freire, sebagai tokoh-tokoh pendidikan berhaluan merdeka.

Bagi Ki Hadjar, sekali lagi pendidikan adalah proses kebudayaan, yang berjenjang untuk kognitif (ngerti), afektif (ngrasa), dan psikomotorik (nglakoni). Sehingga, kurikulumnya pun berkisar pada upaya daya pikir, daya rasa, daya karsa, dan daya raga.

Singkat kata, menurut Ki Hadjar bahwa pendidikan itu upaya menuju kesempurnaan hidup. Bahwa pendidikan mesti bersemangat keluhuran budi manusia. Bahwa pendidikan adalah titian ke arah kecerdasan budi pekerti. Bahwa pendidikan adalah mendidik ke arah kekeluargaan dan gotong royong. Bahwa pendidikan mesti selaras dengan hidup dan penghidupan rakyat, serta tidak tercerabut dari realitas keseharian.

Begitulah, sekilas Ki Hadjar Dewantara yang saya sadap buku Mata Air Keteladanan karya Yudi Latif. Ki Hadjar kini dikenang sebagai tokoh pendidikan, tanggal lahirnya dijadikan sebagai hari Pendidikan Nasional. Ki Hadjar meninggal pada 29 April 1959.

Topik: Ki Hajar DewantaraMontessoriTaman Siswa
Bagikan39Tweet25Send
Ardi Kafha

Ardi Kafha

Pegiat Taman Baca Masyarakat

POS LAINNYA

Manfaat Pemakaian Aplikasi Bujeting dalam Mengendalikan Pengeluaran dan Membantumu Menabung
Edukasi

Manfaat Pemakaian Aplikasi Bujeting dalam Mengendalikan Pengeluaran dan Membantumu Menabung

27 September 2023
Penggunaan Internet di Indonesia: Tantangan Produktifitas
Edukasi

Penggunaan Internet di Indonesia: Tantangan Produktifitas

26 September 2023
Sistem Algoritma
Edukasi

Saat Kita Hidup Pada Sistem Algoritma

19 September 2023
Medsospreneur
Edukasi

Menjadi Medsospreneur, Usaha di Bidang Media Sosial

11 September 2023
hibahkan hotel
Edukasi

Relawan Anies Baswedan Hibahkan Hotel untuk Posko Pemenangan, Peran Relawan Membangun Masa Depan Demokrasi

9 September 2023
gerakan bawah tanah
Edukasi

Gerakan Bawah Tanah dan Politik Pecah Belah

7 September 2023
Lainnya
Selanjutnya
Televisi

Mengurangi Jam Menonton Televisi, Berikan Panjang Umur

Membangun Kesadaran “Indonesian Lives Matter” & Dampak Ekonominya

Membangun Kesadaran “Indonesian Lives Matter” & Dampak Ekonominya

Diskusi tentang post ini

TRANSLATE

TERBARU

Kereta Whoosh
Berita

Kereta Whoosh Bakal Diresmikan 1 Oktober, Kapan Balik Modal?

:: Ananta Damarjati
28 September 2023

Faisal Basri menyebut proyek ini ‘mustahil’ balik modal bahkan sampai kiamat. BARISAN.CO – Presiden Joko Widodo bakal meresmikan pengoperasian Kereta...

Selengkapnya
psikosomatis

Mengenal Psikosomatis, Ciri dan Cara Mengatasinya

28 September 2023
Gawai Jadi Barang Populer, Pangsa Pasar Luas dan Terus Berkembang, ini Datanya

Gawai Jadi Barang Populer, Pangsa Pasar Luas dan Terus Berkembang, ini Datanya

28 September 2023
KAHMI Kota Makassar

Milad ke-57 KAHMI Kota Makassar, Tamsil Linrung: Alumni Harus Aktif Termasuk Bidang Politik

28 September 2023
Kawal Suara TPS, Tim 100 Bakorsi Depok Dikukuhkan

Kawal Suara TPS, Tim 100 Bakorsi Depok Dikukuhkan

28 September 2023
Persepsi dan Literasi Masyarakat terhadap Asuransi Kesehatan

Persepsi dan Literasi Masyarakat terhadap Asuransi Kesehatan

28 September 2023
4 Manfaat Datang Tepat Waktu

4 Manfaat Datang Tepat Waktu

28 September 2023
Lainnya

SOROTAN

Makam Diponegoro
Opini

Perlukah Kita Memindah Makam Pangeran Diponegoro?

:: Ananta Damarjati
25 September 2023

Pengambilan keputusan terkait pemindahan makam seorang pahlawan harus melibatkan kajian yang mendalam. SULIT sekali membayangkan Indonesia tanpa makam Pangeran Diponegoro....

Selengkapnya
Perusahaan Koperasi

DIVVY: Keunggulan Sistem Perusahaan Koperasi

24 September 2023
Koalisi Perubahan vs Non Perubahan = Koalisi Kerakyatan vs Koalisi Kekuasaan

Koalisi Perubahan vs Non Perubahan = Koalisi Kerakyatan vs Koalisi Kekuasaan

22 September 2023
Apakah Keuntungan Itu

Apakah Keuntungan Itu?

21 September 2023
Oligarki yang Menagih Hutang

Masa Lalu, Masa Depan, dan Oligarki yang Menagih Hutang

21 September 2023
Prabowo dan Ganjar Menunggu Godot?

Prabowo dan Ganjar Menunggu Godot?

20 September 2023
  • Tentang Kami
  • Kontak
  • Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Indeks Artikel

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang

Tak ada hasil
Lihat semua hasil
  • Beranda
  • Opini
  • Analisis
    • Esai
    • Analisis Awalil
    • Perspektif
  • Kolom
  • Khazanah
  • Lifestyle
  • Sosok
  • Sastra
  • Barisan Tv Network
    • Barisan Tv
    • Awalil Rizky

BARISAN.CO © 2020 hak cipta dilindungi undang-undang