Scroll untuk baca artikel
Terkini

Kisah di Balik Terpilihnya Moya Indonesia sebagai Mitra PAM Jaya

Redaksi
×

Kisah di Balik Terpilihnya Moya Indonesia sebagai Mitra PAM Jaya

Sebarkan artikel ini

Apa latar belakang PT Moya Indonesia terpilih sebagai mitra kerja sama skema bundling PAM Jaya?

BARISAN.CO – PT Moya Indonesia resmi menjadi mitra PAM Jaya. Tedy Jiwantara Sitepu, Direktur PAM Jaya mengatakan, dalam Pergub 7/2022 tentang percepatan perluasan cakupan pelayanan 100 persen, penugasan itu dapat dilakukan melalui kerja sama skema bundling dengan pihak swasta. Namun, Pergub tersebut tidak menjelaskan tahapan yang harus dilakukan oleh PAM Jaya guna memenuhi tugasnya.

Menurutnya, langkah pertama adalah dengan menyusun SK Direksi tentang tata cara pemilihan mitra.

“Karena sebagai BUMD kita tidak terlepas dengan aturan-aturan BUMD, maka kita atur melalui SK Direksi 66 tahun 2022,” katanya.

Namun begitu, ini tidak membuat semuanya ditetapkan PAM Jaya begitu saja.

“Kita juga minta review kepada BPKB dan kejaksaan. Berbagai tahapan kita minta review kepada BPKP dan kejaksaan sampai kita mendapatkan LO (Legal Opinion) dari kejaksaan,” lanjutnya.

Saat sudah menyusun SK tersebut, Tedy mengungkapkan, muncullah minat atau letter of intent dari Moya Indonesia dan Memiontec sebagai pemrakarsa.

“Kalau kita kajian dulu, bisa ambil 2-3 tahun lagi. Nah, Moya mengajukan usulan, kami punya ide,” tambahnya.

Sesuai Pergub dan LO dari kejaksaan, Tedy menjelaskan, ada beberapa syarat yang mereka harus dilengkapi sebagai calon pemrakarsa.

“Salah satunya adalah proposal, kemampuan keuangan, mitigasi risiko, kajian AMDAL, dan seterusnya. Apakah itu menjadikan mereka pemrakarsa? Tidak,” jelasnya.

Selanjutnya, PAM Jaya proses sub-ordinasi. Sementara, Memiontec Indonesia hanya minat dengan Buaran 3.

“Karena hanya minat Buaran 3, tentu kita tidak ingin mendapatkan buaran 3 saja karena yang penting, luasan cakupan di hilirnya,” ujarnya.

Ketika mereka mengajukan proposal, sampai mereview, ada yang tidak sesuai hingga barulah setelah sudah sesuai pada proposal ketiga, diajukan ke Gubernur yang saat itu menjabat, yakni Anies Baswedan.

“Akhirnya, Pak Gubernur memberikan persetujuan melalui KPM atau Kuasa Pemegang Modal sebagai pemrakarsa. Setelah disetujui, kita masuk ke market sounding, kita mengundang seluruh pelaku dunia usaha, ke kedutaan, investment bankir, jadi ga juga bisa dianggap kita diam-diam,” paparnya.

Agenda market sounding itu dilakukan pada 26 Agustus 2022 yang dihadiri kurang lebih 30 entitas.

“Kita ceritakan, ada yang nawarin ke kami, namanya Moya mau nawarin proyek seperti ini. Ada yang minat ga kalian?” jelasnya.

Syahrul menyampaikan, pada batas waktu yang ditetapkan, ada 16 entitas yang mengajukan diri menuju proses pra-kualifikasi.

“Jadi ga satu aja, ada BUMD, BUMN, investment bankir, konsorsium. Ketika mereka mendaftar, kita berikan syarat kualifikasi,” imbuhya.

Namun, hingga hari H, yang mendaftar hanya dua entitas yakni PT Moya Indonesia dan Manila Water.

“Pengumuman lelang di website kita yang layak dan memenuhi syarat untuk proses selanjutnya cuma dua, yaitu Moya Indonesia sebagai pemrakarsa dan Manila Water. Dua itu bertanding, mereka submit proposal,” ungkap Tedy.

PAM Jaya kemudian didampingi oleh EY (Ernst & Young), AGPR Law Firm, dan Mott MacDonald.

“EY sendiri konsultan bisnis internasional, Mott MacDonald itu konsultan teknik internasional, dan AGPR konsultan hukum yang sudah banyak membantu kontrak infrastruktur di Jakarta dan nasional. Termasuk dalam tiap tahap, kita selalu rutin pendampingan oleh kejaksaan tinggi dan BPKP,” paparnya.

Tedy mengaku, saking paranoidnya, setiap tahapan didokumentasikan termasuk notulensi rapat, dibundel, dan tersimpan dengan baik di gudang.

“Sehingga, pada hari terakhir lelang, mereka masukkan dokumen yang terendah sebenarnya adalah Manila Water. Selisihnya, hampir Rp30 triliun,” tuturnya.