Scroll untuk baca artikel
Khazanah

Maulid Nabi, Kitab Al Barzanji dan Sejarah Perlawanan Non-senjata

Redaksi
×

Maulid Nabi, Kitab Al Barzanji dan Sejarah Perlawanan Non-senjata

Sebarkan artikel ini

Demikian juga api sesembahan raja Persia yang tak pernah padam selama ribuat tahun, tiba-tiba padam saat terlahir Sang Nabi. Kitab Maulid Al-barzanji juga menceritakan keagungan akhlak dan kemampuan politik Muhammad secara indah. Pada tiga puluh lima tahun, Sang Nabi mampu mendamaikan kabilah-kabilah yang berselisih dalam hal penentuan peletakan batu Hajar Aswad di Ka’bah yang menjadi simbol spiritualitas suku-suku di Arab waktu itu. Saat masing-masing suku merasa paling berhak terhadap penentuan tempat Hajar Aswad, Sang Nabi tampil dengan meminta kepada setiap kabilah memegang setiap ujung sorban yang dijadikan sarana untuk meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya. 

Penggunaan bahasa-bahasa puitik dalam pengisahan sejarah nabi menciptakan suasana mistis dan membangkitkan semangat spiritual pembacanya. Bagi pembaca yang mengerti bahasa Arab fushah, merasakan betul betapa penulisnya secara dalam terpukau akan keagungan akhlak sosok Muhammad.

Saking terpukaunya, pengarang menyebut Muhammad melalui sapaan-sapaan bahasa kosmik seperti ”Wahai Engkau Sang Mentari, Wahai Engkau Sang Rembulan, Wahai Engkau Cahaya di atas Cahaya dan sebagainya“. Ringkasnya, karya Al-Barzanji bukanlah sekedar tulisan untuk menjadi bacaan referensi, melainkan kumpulan gubahan kata-kata yang membangkitkan.

Keyataannya, pembacaan kitab Al-Barzanji dalam peringatan-peringatan Maulid Nabi yang digalakkan oleh Sultan Salahuddin berhasil membangkitkan kesadaran umat Islam melawan tentara Crusader. Ini adalah bentuk kongkret model perlawanan tanpa senjata ummat Islam.

Tercatat, tahun 1187M, Sultan Salahuddin berhasil menghimpun kembali kekuatan umat Islam. Simboliknya, Yerusalem direbut kembali dari kekuasaan Crusades. Masjidil Aqsa dikembalikan lagi fungsinya sebagai masjid. Sayangnya, saat ini, di kampungku kitab tersebut sudah jarang yang membacanya. Penduduk kampungku sudah tidak punya waktu lagi membaca Kitab Maulid Al-Barzanji, sebab waktu mereka habis untuk menonton sinetron di TV-TV swasta. []