Sejarah pun akhirnya mencatat betapa usai dari gua Hira, Muhammad Saw. benar-benar gigih mengibarkan bendera Islam
TIDAK sekadar dogma. Ya, saya berusaha memahami keagungan Nabi Muhammad Saw. itu tak semata doktrin agama.
Maka, saya berupaya mengolak-alik banyak buku sirah agar presisi melihat Rasulullah Saw. Bahwa beliau memang benar-benar mewakili hampir segala sesuatu tentang nilai manusia.
Bahwa beliau adalah paket komplet. Beliau merupakan wujud kualitas-kualitas terbaik dari tokoh-tokoh macam Aleksander Agung, Aristoteles, St Francis, hingga Karl Marx atau Hawking.
Muhammad Saw. adalah Nabi Allah, nabi terakhir dan paling agung. Beliau seorang super hero, pendiri imperium Islam yang beliau rintis selama 23 tahun, hingga dianut oleh 1,2 miliar manusia di seluruh dunia. Sebuah revolusi peradaban yang tak terbayangkan sebelumnya.
Nah, Nabi Muhammad Saw. lahir dua kali di Makkah, yakni 22 April 571 dan 6 Agustus 610. Pertama lahir pada 12 Rabiul Awal dari rahim Aminah sebagai seorang manusia yang ditunggu-tunggu semesta.
Kelahiran yang sudah diramalkan oleh penganut ahli kitab. Dan benar saja, Muhammad kecil mesti melewati berbagai pertemuan tak sengaja dengan pendeta-pendeta Nasrani. Mereka memastikan bocah ini bakal sebagai nabi akhir zaman.
Mereka mewanti-wanti agar Muhammad kecil disembunyikan dari jangkauan kaum Yahudi yang akan membunuhnya.
Pendeta Bahira, misalnya, menasehati Abu Thalib, “Bawalah keponakanmu pulang dan jagalah dia baik-baik dari orang-orang Yahudi, karena demi Allah, jika mereka melihatnya dan menemukan seperti yang saya ketahui, mereka akan berbuat jahat terhadapnya.”
Saat lain, ketika Muhammad remaja mengunjungi Bostra, ibukota Syria Byzantium, bertemu dengan pendeta Nestor, nasehat yang sama beliau terima langsung dari sang pendeta, agar berhati-hati. Sang pendeta mengenali beliau yang masih remaja itu sebagai calon penutup nabi.
Kemudian, pada kelahiran kedua berlangsung di sebuah gua di lereng bukit Hira, salah satu dari banyak bukit yang menghadap ke Makkah. Peristiwa itu terjadi pada 17 Ramadhan tahun 610, atau bertepatan 6 Agustus.
Saat itu beliau berusia 40 tahun kurang sedikit, sebagai pedagang yang kalem dan dipercaya, ternyata berhasrat kuat untuk mencari pencerahan. Beliau berdoa, berpuasa, dan bersedekah kepada fakir miskin.
Namun, di saat wahyu turun, beliau dalam ketakutan luar biasa. Seluruh tubuh beliau, seluruh diri batin beliau, dicengkeram oleh kekuatan yang sangat besar. Tidak ada kesempatan untuk menolak, sehingga ayat demi ayat pun meluncur dari bibir beliau, seakan napas yang diembuskan.
Sungguh, Rasulullah Saw. merasa ketakutan karena belum pernah mendengar dan mengalami peristiwa suprarasional. Beliau pulang ke rumah dengan gemetar, “Selimuti aku! Selimuti aku! Aku sangat takut!”
Khadijah menanyakan penyebab kegelisahan suaminya. Beliau pun menceritakan pengalaman di gua Hira. Dan Khadijah sendiri merupakan seorang yang cerdas dan mulia. Ia telah mendengar cerita tentang kenabian, cerita tentang malaikat.
Khadijah pula, orang yang paling mengenal perilaku Rasulullah Saw. Kedudukannya sebagai istri, ia mengerti luar dalam suaminya. Khadijah mengagumi perilaku dan tabiat suaminya ini. Maka, ia pun berkesimpulan bahwa Muhammad Saw., sang suami, inilah laki-laki yang dipilih Tuhan.
“Tidak akan terjadi apa-apa, Suamiku! Demi Allah, Dia tidak akan pernah mempermalukan engkau selamanya. Sungguh, engkau benar-benar menyambung hubungan kasih sayang, meringankan beban orang-orang yang menderita, memberi orang yang kehilangan, menghormati tamu dan selalu menolong atas dasar kebenaran.”
Oleh karena itu, Khadijah merasa perlu mengajak suaminya untuk menemui anak pamannya yang alim, Waraqah ibn Naufal. Dan di hadapannya, beliau Saw. menceritakan pengalamannya.