Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Krisis Ekologi, Sikap Manusia Terhadap Alam

Redaksi
×

Krisis Ekologi, Sikap Manusia Terhadap Alam

Sebarkan artikel ini

Manusia diperintahkan untuk berbuat mashlahat atau kebaikan di bumi serta menghindari segala perbuatan yang merusak hasil pencitraan Allah. Membuat kerusakan di muka bumi, maka pada dasarnya telah membuat sakit Tuhan sebagai creator alam semesta ini. Hal tersebut dapat dilihat dalam firman Allah:

Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. Al-Nahl: 90)

Berdasarkan ayat di atas Allah memerintahkan manusia berbuat adil serta ihsan, yang muncul dari makna eksplisit kata tersebut adalah umum yang sudah jelas maknanya tanpa harus dijelaskan secara rinci, karena kedua kata tersebut didahului dengan alif dan lam, yang lebih dikenal dengan al-ma’rifah.

Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa adil adalah persamaan dan penyadaran, sedangkan ihsan adalah upaya mencarai kemashlahatan/kebaikan dan menghindari kerusakan.

Demikian kata fakhsya’ dan munkar, al-ma’rifah yang melekat pada kedua kata tesebut juga menunjukan sebuah larangan yang umum yang mengarah kepada kemungkaran atau kerusakan baik secara lisan maupun tindakan.

Hubungan manusia dengan lingkungan sebagai upaya manusia untuk mencari jati dirinya. Sesuatu yang ada (real) sebab manusia merupakan bagian dari lingkungan. Manusia sebagai bagian dari lingkungan merupakan jawaban dasar pendekatan sosiologis yang merupakan pendekatan jaringan kerja sosial ekologis. Hal ini tak pelak manusia sangat berperan aktif untuk pemeliharaan alam dan lingkungannya.

Hubungan keterikatan manusia dengan manusia lainnya dan lingkungan, sudah kita ketahui sebagai hal yang tidak terceraikan. Hubungan itu tidak dapat dipisahkan, merupakan hubungan yang saling membutuhkan. Manusia membutuhkan alat-alat, benda-benda, tumbuh-tumbuhan, binatang dan zat-zat tertentu. Jadi tak mungkin manusia di pisahkan dengan alam dan lingkunganya.

Keeratan hubungan antara manusia dengan alam dan lingkunganya itu tercermin juga di dalam cara hidup mereka dalam mata pencaharian hidup. Cara pencaharian hidup masyarakat sederhananya biasanya memang amat ditentukan oleh alam dan lingkungannya.

Misalnya; suatu kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan, mereka otomatis sangat bergantung dari alam pegunungan dengan cara bertani, berternak, berkebun, dan berladang. Kelompok masyarakat yang tinggal di daerah pesisir, meraka sangat bergantung dari kondisi pesisir dengan cara melaut, pertambakan, dan sangat bergantung dari hasil laut.

3. Manusia dan pemeliharaan lingkungan

Manusia sangat terkait dan memiliki hubungan dinamis dengan lingkungan, secara naluri manusia memiliki potensi kepedulian ekologis. Akan tetapi pada dasaran realnya kepedulian manusia terhadap lingkungan sangat dipengaruhi oleh akal pikirannya, sehingga manusia memilik potensi untuk memelihara dan merusak. Hubungan antara Tuhan, manusia dan lingkungannya sangatlah harmonis dan berkesinambungan dalam waktu dan ruang yang tak terbatas. Hal ini terkait dengan hubungan sistemik antara hubungan Tuhan dengan lingkungan sebagai pencipta, pemilik, dan pemelihara alam semesta. Allah berfiman:

(yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain Dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah Dia; dan dia adalah pemelihara segala sesuatu.” (Al-An’am: 102)

Firman Allah menunujukan bahwa Allah sebagai pencipta, pemilik dan pemelihara lingkungan, yang mempunyai hak kepemilikan atas lingkungan beserta isinya