Scroll untuk baca artikel
Blog

Kronologi dan Sejumlah Kejanggalan Kasus Adu Tembak Polisi di Rumah Kadiv Propam Polri

Redaksi
×

Kronologi dan Sejumlah Kejanggalan Kasus Adu Tembak Polisi di Rumah Kadiv Propam Polri

Sebarkan artikel ini

4. Larangan Keluarga Melihat Jenazah

Ramadhan menyatakan kepolisian mengizinkan pihak keluarga melihat jenazah Brigadir J. Kalau kepolisian Jambi yang melarang, sebaiknya wartawan bertanya langsung kepada jajaran Polda Jambi. Tapi kepolisian di ibu kota, kata Ramadhan, mempersilakan.

“Kalau di sini diperkenankan, kami perlakukan dengan baik.”

5. Tiga Hari Polisi Bungkam

Insiden ini terjadi pada Jumat, 8 Juli 2022, sekira pukul 17.00, tapi Mabes Polri baru mengungkapnya pada Senin, 11 Juli. Alasannya, kata Ramadhan, “kami lakukan pemeriksaan.”

6. CCTV Rusak

Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Budhi Herdi Susianto mengatakan kamera pengawas (Closed Circuit Television/CCTV) di rumah Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo sudah mati sejak dua minggu lalu sehingga tak merekam peristiwa baku tembak antara Brigadir J dan Bharada E.

“Kami juga mendapatkan bahwa di rumah tersebut CCTV-nya rusak kurang lebih dua minggu yang lalu, sejak dua minggu yang lalu. Sehingga tidak dapat kami dapatkan (rekamannya),” kata Budhi di Mapolres Jaksel, Selasa (12/7).

Budhi menyatakan pihaknya tetap mengumpulkan alat bukti lain terkait kasus baku tembak di rumah salah satu perwira tinggi Korps Bhayangkara tersebut. Pihaknya melakukan penyidikan secara scientific crime investigation.

7. Pemilihan Lokasi yang Tidak Ideal

Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel berpandangan salah satu jenis kejahatan yang paling sulit terungkap adalah kasus kejahatan seksual karena kejahatan yang satu ini lazimnya dilakukan di tempat yang sangat-sangat tertutup.

“Di situ tidak ada orang lain, tidak ada saksi, di situ mungkin tidak ada CCTV, di situ mungkin hanya ada dua orang yaitu pelaku dan korban, di situ tidak ada tempat untuk melarikan diri, dan seterusnya dan seterusnya,” ungkap Reza menukil dari inilah.com.

Dengan kata lain, lanjut Reza, kejahatan yang satu ini lazimnya terjadi di tempat yang privat yang sepenuhnya berada dalam penguasaan pelaku.

“Jadi kalau kemudian ada kasus kejahatan seksual yang justru dilakukan di tempat yang di situ ada saksi, di lokasi atau TKP yang tidak sepenuhnya dikuasai oleh pelaku, ada tempat untuk melarikan diri, dan lainnya maka ini sungguh-sungguh pemilihan lokasi kejahatan yang amat buruk,” bebernya.

Maka, kata Reza, wajar kalau kemudian kasus tersebut bisa terungkap dengan cepat oleh polisi. “Ya anggaplah karena di situ ada saksi, di situ tertinggal sekian barang bukti, ada sidik jari dan lain-lain,” tutur eks dosen di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) itu.

Sekaligus, tambah Reza, maka masuk akal juga kalau sebagian kalangan justru bertanya-tanya kenapa gerangan pelaku kejahatan seksual memilih tempat yang sangat tidak ideal. [rif]