Scroll untuk baca artikel
Opini

Diamnya Anies Menghadapi Fitnah, Tanda Kekuatan Seorang Muslim

Redaksi
×

Diamnya Anies Menghadapi Fitnah, Tanda Kekuatan Seorang Muslim

Sebarkan artikel ini

SEBUAH cuitan dari Lisa Amartatara mendesak agar Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan melaporkan Abu Janda karena memfitnah ACT yang mengarah ke agama Islam. Menurutnya, apabila tidak melaporkan, maka dapat disimpulkan Anies adalah sosok yang lemah.

https://twitter.com/Lisaamartatara4/status/1545402742654373888?t=xuvHyVqh0SIuuwpDMpS8VQ&s=03

Seperti banyak orang ketahui, Anies tidak pernah pernah melaporkan siapa pun yang memfitnah atau melontarkan ujaran kebencian kepadanya. Alasannya sederhana, itu hanya menguras energi dan waktunya.

Fitnah Abu Janda terhadap Anies tersebut justru bagus. Tanpa perlu klarifikasi, orang-orang tahu bahwa video tersebut hoax. Ini bisa menjadi pencapaian bagi Anies. Tak perlu dibalas, Tuhan akan selalu memiliki cara mengungkapkan kebenaran.

Lagi pula, Abu Janda ini hanya golongan haters. Bukan kelasnya meladeni orang macam itu. Jika Anies melaporkan, itu berarti orang itu akan kehilangan mata pencahariannya. Apalagi kita ketahui tugasnya Abu Janda ini memang memfitnah, ya kan?

Sebelum beralih ke pembahasan lebih jauh, sebaiknya kita mengetahui akronim dari HATERS terlebih dahulu. Haters: Having Anger Toward Everyone Reaching Success (Memiliki Kemarahan Terhadap Semua Orang yang Mencapai Kesuksesan). Karena buzzer tidak memiliki pencapaian, dilampiaskan kemarahannya kepada Anies yang sukses memimpin Jakarta. Sampai sini sudah jelas?

Selanjutnya, orang tipe Abu Janda ini hanya melakukannya pekerjaan yang rendahan seperti itu. Sudah tahu literasi di Indonesia rendah malah sebar fitnah. Yang membayarnya pun bodoh, bukannya memberikan dananya untuk memperbaiki pendidikan tanah air malah sengaja menyewa orang seperti itu.

Terdapat artikel menarik di Conversation berjudul, “Why Muslim countries are quick at condemning defamation – but often ignore rights violations against Muslim minoritis”. Mungkin ini bisa menjadi pencerahan.

Penulis, Ahmet T. Kuru mengungkapkan, negara Muslim umumnya lebih bereaksi terhadap tindakan pelecehan terhadap Nabi Muhammad. Termasuk, saat pemimpin Iran, Ruhollah Khomeini membunuh novelis, Salman Rushdie dan memboikot produk Denmark pada 2006 di seluruh Timur Tengah sebagai reaksi kerasa terhadap selusin kartun yang diterbitkan di sebuah surat kabar.

“Mereka sangat vokal ketika menyangkut serangan verbal atau artistik pada nilai-nilai Islam, namun diam terhadap pelanggaran hak asasi manusia terhadap individu Muslim.” tulis Ahmet.

Kasus yang terjadi di India dan Cina misalnya di mana Muslim di sana mengalami pelanggaran HAM. Namun, tak ada satu pun negara yang memutus hubungan dengan mereka. Semua hanya mengecam dan memboikot. Tapi, khusus di Indonesia, rasanya masyarakat sulit untuk lepas dari Cina. Terlebih, ekspansi produk impor mulai menguasai pasar di tanah air.

Sama halnya dengan Amerika Serikat, benci memang, tapi penjualan Shein di sana justru lebih besar ketimbang H&M atau Zara. Kasus lainnya di Indonesia misalnya, kelompok minoritas sering kali terabaikan.

Di Jakarta, setelah penantian 60 tahun, rumah ibadah umat Hindu Tamil baru pertama kali dibangun di bawah kepemimpinan Anies. Bukankah ini juga pembuktian, Anies mengayomi semua umat beragama di Jakarta. Tanpa terkecuali.

Sebagai seorang Muslim, dia juga paham betul bahwa setiap kali orang seperti Abu Janda memfitnahnya, maka Allah akan mengangkat derajat Anies setiap kali itu terjadi. Tak heran jika Anies justru tenang menghadapi situasi itu.

“Cara terbaik untuk menyerang balik seorang pembenci adalah dengan blak-blakkan bahwa serangan mereka tidak berdampak pada Anda.” Tim Ferris (Pengusaha)

Diamnya Anies menghadapi fitnah menunjukkan kekuatannya sebagai seorang Muslim sejati. Dia tidak lemah. Justru Anies merasa kasihan dengan buzzer karena mereka belum dapat petunjuk dan dibukakan hatinya untuk berhenti menyebar fitnah.