BARISAN.CO – Membahas kuaci sufi, apa itu? Kadang kita perlu tahu tentang filosofi kuaci secara mendalam. Pembahasan kali ini memang tidak seperti biasanya, diskusi kecil ngobrol kuaci namun sedikit serius, sambil minum susu canary, susu rempah rasa jahe hasil racikan yang rasanya seperti ala ala jazirah sana.
Susu Canary berkah perjamuan dari Habib Yon Ayahnya Icha Dan Haidar yang sekaligus tempat mimbar bebas Saung Santri Kalialang untuk diskuci perkuacian.
Menyan sudah dinyalakan diskusi pun dimulai. Kali ini melibatkan pakar dan praktisi perkuacian, ini sangat menarik karena kami juga ditemani oleh salah satu pakar kuaci dan juga seorang guru sekaligus tokoh jamaah tarekat Sarkubiyah Mbah Mung Paryono yang akan mengulik tentang apa dan bagaimana filosofinya itu sendiri. Juga didampingi kawan Lukni Maulana Ketua Lesbumi NU Jawa Tengah.
Menurut guru Mung, ini bukan hanya sekadar kuaci, namun penuh filosofi dan banyak manfaatnya. Jika dilihat kuaci memang berwarna hitam dan bentuknya kecil, namun jika di sisil isinya berwarna putih.
Jadi jangan hanya melihat luarnya saja. Ketahui isinya, itu artinya walau sejelek apapun kita sebagai manusia, laku perbuatan kita seng ora patio nggenah, masih ada nur cahaya yang baik dan bersih di dalamnya.
Punya keinginan dan “roso” untuk menjadi lebih baik agar bermanfaat dan selamat dalam kehidupan duniawi, dari perbuatan, adab. Maupun tingkah laku kita hanya untuk menuju ngarsaning Gusti.
“Disisi lain, kwaci memang pas jika dimakan sambil ngobrol dan diskusi, sebagai teman ngopi dan udud”, dawuh guru Mung. [Luk]