Namun demikian bahagia itu bukanlah barang yang dapat dihitung, atau benda yang dapat diketahui pasti. Baik secara kasat mata maupun logika matematika.
Oleh karena hidup manusia bukan hanya soal materi, tapi juga spiritual. Sebagaimana tubuh manusia tidak hanya bentuk fisik. Sebagaimana Kitab Al-Hikam menjelaskan pentingnya cahaya hati yakni jalan spiritual:
كَيْفَ يُشْرِقُ قَلْبٌ؛ صُوَرُ الأَكْوانِ مُنْطَبِعَةٌ في مِرْآتهِ؟ أَمْ كَيْفَ يَرْحَلُ إلى اللهِ وَهُوَ مُكَبَّلٌ بِشَهْواتِهِ؟ أَمْ كَيْفَ يَطمَعُ أنْ يَدْخُلَ حَضْرَةَ اللهِ وَهُوَ لَمْ يَتَطَهَرْ مِنْ جَنْابِةِ غَفْلاتِهِ؟ أَمْ كَيْفَ يَرْجو أَنْ يَفْهَمَ دَقائِقَ الأَسْرارِ وَهُوَ لَمْ يَتُبْ مِنْ هَفْواتِهِ؟!
Bagaimana hati dapat bercahaya, sementara gambar-gambar duniawi tetap terlukis dalam cermin hati itu? Atau, bagaimana hati dapat berangkat menuju Allah, karena masih terbelenggu oleh syahwatnya? Bagaimana mungkin seseorang akan antusias menghadap kehadirat Allah, apabila hatinya belum suci dari “junub” kelalaiannya? Atau bagaimana mungkin seorang hamba bisa memahami kedalaman berbagai rahasia, sementara ia belum bertaubat dari kesalahannya?
Gus Baha atau KH. Bahauddin Nursalim dalam Kajian Kitab Al-Hikam melalui channel YouTube, memberikan resep hidup bahagia. Agar hirup bisa senang dan memiliki kegembiraan.
Gus Baha mengatakan usahakan sedikit apa yang bikin kamu senang. Maka akan sedikit sekali yang bikin kamu susah.
Lantas Gus Baha ditanya, bagaimana kunci rumah tangga bahagia dan tidak kelihatan susah. Lalu Gus Baha mengatakan, menyitir kitab Al-Hikam:
“Kamu harus yakin, bahwa di sisa hidup Anda itu tidak akan maksiat lagi.”
Gus Baha menambahkan, tentang ara berpikir. Kita membayangkan hidup 40 tahun lagi. Misalnya saya 40 (tahun), membayangkan hidup akan 4 tahun lagi. Anda misalnya 25 (tahun), membayangkan hidup 25 tahun lagi.”
“Sehingga mengganggap durasi 25 tahun, tidak melakukan maksiat itu tidak mungkin,” terangnya.
Gus Baha mengingatkan agar bisa menata niat.
اجْتِهادُكَ فيما ضُمِنَ لَكَ وَتَقصيرُكَ فيما طُلِبَ مِنْكَ دَليلٌ عَلى انْطِماسِ البَصيرَةِ مِنْكَ
Kesungguhanmu mengejar apa yang sudah dijamin untukmu (oleh Allah) dan kelalaianmu melaksanakan apa yang dibebankan kepadamu, itu merupakan tanda butanya bashirah (mata batin).