Respons lebih baik hanya terjadi pada penurunan SBDK kredit Mikro, sebesar 256 bps. Lebih besar dari penurunan BI7DRR. Akan tetapi mesti dicatat bahwa jenis kredit mikro masih memiliki level SBDK tertinggi, yaitu sebesar 13.77 pada Januari 2021.
Sebagai informasi, pembentuk SBDK terdiri dari tiga komponen. Yaitu: Harga Pokok Dana untuk Kredit (HPDK), Biaya Overhead (OHC), dan Marjin Keuntungan. HPDK terdiri dari biaya dana, biaya jasa, biaya regulasi, dan lainnya.
OHC terdiri dari biaya tenaga kerja, biaya pendidikan dan pelatihan, biaya penelitian dan pengembangan, biaya sewa, biaya promosi dan pemasaran, biaya pemeliharaan dan perbaikan, biaya penyusutan asset tetap dan inventaris, serta biaya overhead lainnya. Sedangkan marjin keuntungan ditetapkan oleh bank dalam kegiatan penyaluran kredit.
HDPK mengalami penurunan sebesar 98 bps, dan OHC sebesar 15 bps. Sementara itu, komponen Marjin Keuntungan justeru mencatat kenaikan sebesar 34 bps.
Dilihat dari kelompok Bank, ternyata bank BPD (Bank Pembangunan daerah) dan bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) yang merespons paling lambat, atau lebih rendah penurunan SBDKnya. SBDK bank BPD hanya turun 66 bps, dan SBDK bank BUMN sebesar 69 bps. Lebih rendah dibandingkan penurunan SBDK bank BUSN (Bank Umum Swasta Nasioal) dan KCBA (Kantor Cabang Bank Asing), yang masing-masing sebesar 105 bps dan 80 bps.
Dengan perkembangan tersebut, SBDK Bank BUMN posisi Januari 2021 sebesar 10,80% masih merupakan yang tertinggi. Disusul oleh bank BPD sebesar 9,78%. Sedangkan SBDK terendah justeru diterapkan oleh kelompok bank KCBA, sebesar 6,58%.
Bank Indonesia memang memprakirakan SBDK bank-bank BUMN akan menurun pada bulan Maret 2021 seiring dengan rencana penurunan yang telah diumumkan. Bank Indonesia juga mengharapkan bank-bank terus mempercepat penurunan suku bunga kredit sebagai upaya bersama untuk mendorong kredit atau pembiayaan bagi dunia usaha dan pemulihan ekonomi nasional.
Bagaimanapun menjadi fenomena yang aneh, ketika kebijakan otoritas ekonomi justeru kurang direspons dengan cepat oleh bank BPD dan bank BUMN. Kedua kelompok bank ini tampak lebih memanfaatkannya untuk memperbaiki kondisi keuangannya sendiri. []
Awalil Rizky, Kepala Ekonom Institut Harkat Negeri