Scroll untuk baca artikel
Lingkungan

Lumbung Pangan Nasional Jangan Gagal Lagi

Redaksi
×

Lumbung Pangan Nasional Jangan Gagal Lagi

Sebarkan artikel ini

Barisan.co – Awal Juli, Presiden Joko Widodo memberi mandat kepada Menteri Pertahanan Prabowo Subianto untuk memperkuat ketahanan dengan membangun lumbung pangan nasional (food estate). Mengambil lokasi di Kalimantan Tengah seluas 20.000 hektar, Presiden Jokowi banjir kritikan.

Publik mempertanyakan dipilihnya Prabowo. Namun, pada 13 Juli, Jokowi menyatakan pertahanan bukan hanya mengurusi alutsista, tetapi juga ketahanan di bidang pangan.

Menyikapi itu, akademisi Universitas Sebelas Maret Ir. Rofandi Hartanto mempertanyakan mandat Presiden Jokowi kepada Menhan Prabowo.

“Diberikannya mandat kepada Kemenhan adalah kebijakan pemerintah dalam hal politik pangan. Namun, Kemenhan seharusnya mengurusi keamanan negara. Khususnya menjaga pertahanan keamanan dalam rangka perang, mengawasi pertahanan negara dan batas wilayah seperti umumnya di negara lain. Sebaiknya leading sector keamanan pangan tetap kementerian pertanian,” ujar Rofandi Hartanto saat dihubungi tim via pesan singkat, (20/07/2020).

Ia pun mempertanyakan lokasi yang dipilih pemerintah untuk lumbung pangan nasional.

“Tentang lokasi untuk penanaman, apakah tepat di Kalimantan? Kembali ini kebijakan pemerintah dalam pemilihan lokasi untuk menambah jumlah cadangan pangan.”

Rofandi mengingatkan agar kebijakan ini tidak dibuat secara serampangan dan terburu-buru.

“Kita pernah mengalami kegagalan dalam membuat lahan untuk cadangan pangan, misalnya di era Orde Baru dan Presiden SBY. Kedua program tersebut kurang berhasil. Dulu pernah direkomendasikan food estate di Irian Jaya (Papua), kalau tidak salah daerah Membramo, yang sangat cocok untuk tanaman padi. Mestinya dipertimbangkan masak-masak mengenai lokasi.” Kata Rofandi.

Menurut Rofandi pemilihan lokasi berhubungan dengan kecocokan wilayah bagi komoditas yang akan dikembangkan, khususnya padi.

“Kita tahu beberapa wilayah di Kalimantan Tengah ini terkenal kurang subur dengan keasaman tinggi. Jika dipaksakan biayanya akan sangat mahal dan entah dengan keberhasilannya.”

Sebelumnya, Rofandi pernah mengusulkan komoditas dan strategi yang tepat dalam rangka menyiapkan cadangan pangan, tidak harus selalu padi sawah. Misalnya dipilih padi gogo, jagung, dan sorgum. Komoditas itu nantinya dititipkan pada perusahaan sawit yang masih muda usia di bawah 5 tahun untuk tumpang sari dengan tanaman pangan tersebut.

“Dengan demikian tidak perlu membuka lahan baru, hanya perlu pengaturan dan tambahan kewajiban bagi perusahaan sawit agar mengisi sela sawit dengan tanaman pangan. Dengan demikian ongkosnya sangat murah.” Kata Rofandi.

Hal yang sama bisa dilakukan pada sawit yang telah berusia tua. Untuk sawit berusia di atas 17 tahun, bisa melakukan hal yang sama, sampai usia 25 tahun. “Kan lumayan, beberapa juta hektar tanpa biaya pembukaan lahan baru tapi bisa mencadangkan pangan dari tumpang sari ini.” Pungkas Rofandi.


Penulis: Anatasia Wahyudi

Editor: Ananta Damarjati