Scroll untuk baca artikel
Terkini

Mahasiswa Tua Bosan Daring & Lebih Rindu Suasana Kelas: Hasil Survei Rachbini Institute

Redaksi
×

Mahasiswa Tua Bosan Daring & Lebih Rindu Suasana Kelas: Hasil Survei Rachbini Institute

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO Imaniar Fatimah, seorang mahasiswi semester akhir sebuah kampus swasta di Jakarta, mengaku tidak bisa menikmati perkuliahan tatap maya selama pandemi. Ia merasa bosan menjalani kuliah daring setahun terakhir ini dan mengatakan bahwa ada banyak hal tak tergantikan dari suasana sebuah kelas tatap muka.

“Udah bosan kuliah daring. Udah bosan sama bau kamar sendiri. Pengen bisa cium bau parfum temen-temen,” katanya kepada Barisanco.

Wangi parfum memang belum tercakup dalam teknologi kiwari. Padahal menurut Imaniar, wangi parfum banyak berdampak untuk mengantarkan manusia pada kegembiraan atau kesedihan, kenikmatan atau rasa sakit, melalui keterhubungan dengan situasi yang sedang terbangun.

“Dalam konteks kuliah di kelas, sering suka aja nyium aroma campuran dari seluruhnya yang ada mulai dari parfum temen, bau furnitur, bau spidol. Itu dimensi intrinsik sebuah kelas yang kalau buat gue sih suka aja. Buat gue itu merangsang gairah belajar. Kedengaran aneh ya tapi gitu deh,” katanya.

Soal dimensi intrinsik yang dimaksud Imaniar itu, boleh jadi tidak banyak yang berpendapat seperti dia. Tapi perkara rindu belajar di kelas, Imaniar tidak sendiri.

Dalam hasil survei Rachbini Institute tentang efektivitas pembelajaran daring yang melibatkan 1341 mahasiswa, ada sebanyak 1029 mahasiswa (76.7%) menyatakan bahwa kuliah daring yang diikuti selama ini efektif, sisanya 312 mahasiswa (23.3%) menyatakan tidak efektif.

“Hasil analisis menunjukkan bahwa ada perbedaan signifikan antara mahasiswa baru (semester 1-2) dan mahasiswa lama. Jumlah mahasiswa baru yang menyatakan kuliah daring ini efektif, lebih tinggi signifikan dari pada jumlah mahasiswa lama,” kata Dr. Widarto Rachbini, penggagas riset itu, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Barisanco, Senin (10/5/2021).

Dalam riset tersebut mahasiswa baru direpresentasikan dengan mahasiswa pada semester 1 dan 2 (mereka ini yang belum pernah merasakan perkuliahan di kelas sejak awal), sedangkan mahasiswa lama adalah mereka yang di atas semester 2.

Sementara terkait bentuk perkuliahan seperti apa yang diinginkan oleh mahasiswa kalau pandemi sudah selesai, dari mayoritas (1029 mahasiswa) yang menyatakan kuliah daring efektif, sebanyak 26% persen di antaranya menginginkan agar perkuliahan daring dan kelas dapat dibagi fifty-fifty.

Grafik 1: Model belajar pilihan mahasiswa yang menyebut daring efektif

Sementara itu, bentuk perkuliahan yang diinginkan oleh 312 mahasiswa yang menyatakan perkuliahan daring tidak efektif, sebanyak 29.5% di antaranya menyatakan memilih full kelas.

Fenomena menariknya, ada 2,6% mahasiswa dari kelompok ini yang, meski menyebut daring tidak efektif, tapi tetap ingin model perkuliahan ini untuk dipertahankan penuh kalau pandemi selesai nanti—entah apa yang mereka pikirkan.

Grafik 1: Model belajar pilihan mahasiswa yang menyebut daring tidak efektif

Adapun survei ini juga menilai dan mengevaluasi kendala utama dalam pelaksanaan kuliah daring. Pada umumnya, sebanyak 38.6% mahasiswa menyebut jaringan internet yang buruk sebagai hambatan terbesar.

Selain itu 37,5% mahasiswa merasa kurangnya interaksi sosial pada sistem daring juga merupakan kendala. Selebihnya punya kendalanya masing-masing, termasuk kendala kuota yang mahal yang menjadi masalah dari 13,7% mahasiswa. []