Scroll untuk baca artikel
Blog

Mahfud MD: Kecurangan Pemilu, Dulu Pemerintah Sekarang Antar Calonnya

Redaksi
×

Mahfud MD: Kecurangan Pemilu, Dulu Pemerintah Sekarang Antar Calonnya

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Kecurangan Pemilu sekarang banyak. Kalau dulu itu pemerintah, tetapi sekarang antar calonnya.

Demikian disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD pada Sekolah Demokrasi Belanda yang diselenggarakan LP3ES bersama KITLV Belanda dengan tema Tantangan Politik, Hukum, dan Keamanan Menuju Pemilu 2024, Jumat (24/6/2022).

“Banyak yang memalsukan tanda tangan dll. Ini adalah kecurangan horizontal antar partai, bahkan internal partai. Sudah terjadi sejak dahulu,” jelasnya.

Mahfud MD menilai kalau Anda berpikir, bahwa kecurangan dapat dilakukan Pemilu lagi, maka Pemilu tidak akan selesai.

“Oleh sebab itu, dalil di dalam Pemilu itu berbeda dalam dalil pidana. Dalil Pemilu itu sesuatu dapat digugat bila kecurangan sudah diidentifikasi dari awal signifikan,” imbuhnya.

Mahfud MD menambahkan kalau persis menggunakan hukum matematis, Pemilu tidak akan selesai. Selisih itu harus signifikan. Lalu yang kedua, pastikan calon tersebut pun tidak melakukan kecurangan secara sistemis.

“Pembatalan kemenangan bisa dilakukan bila kecurangan tersebut terstruktur, sistemis, dan masif. Hukuman tetap ada, masuk pidana, dan itu sudah banyak. Misalnya, menggunakan kartu suara orang, suara diganti uang, dll itu semua ada buktinya,” ujar Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 ini.

Penyakit pemilu, yang paling urgen menurut Mahfud MD yakni politik uang.

“Politik uang, ini penyakit yang banyak terjadi,” jelasnya.

Tentang presidential threshold, tahun 2024 ambang batas untuk menjadi calon itu adalah 20%, dan presidential threshold ini sudah digugat udah belasan kali, ditolak terus oleh MK. Mereka minta 0%, gugatan itu sudah ada sejak zaman saya di MK.

“MK tidak boleh menentukan presentasenya, yang menentukan adalah DPR.  Sebenarnya yang paling ideal presidential threshold harus ada, tapi 4% saja,” pungkas pakar Hukum Tata Negara ini.