Agama adalah wilayah proses. Berapa kali akan berduka, berapa kali akan mengalami suka, akan seperti apa esok, dan lain sebagainya, menjadi domain agama. Wilayah yang mendorong kita untuk sanggup mengelola kehendak, olah karsa. Pak Muh menyebutnya sebagai kebenaran kontekstual.
Sehingga, tepatlah sekira dikatakan bahwa hakikat manusia adalah budi pekerti. Ki Hadjar Dewantara merumuskan budi sebagai olah cipta (pikir), olah rasa, dan olah karsa, sedang pekerti adalah daya atau tenaga. Budi pekerti sama dengan mendayagunakan pikiran, perasaan, dan kehendak.
Dan, akhirnya benar pula, sekira agama tidak akan bertentangan dengan ilmu pengetahuan, dan pengembangan kerja budaya dan seni, karena memang masing-masing berdiri di ranah berbeda, tapi tak terpisah.
Agama ada untuk menuntun kehendak di kesadaran kita, untuk mengembangkan kreativitas inovatif dan kecakapan hidup. Walhasil, jelas sudah bahwa agama tidak bakal mengarah manusia menjadi pemberingas.
Hmmm, duhai Pak Muh!