Scroll untuk baca artikel
Kontemplasi

Membaca Covid-19

Redaksi
×

Membaca Covid-19

Sebarkan artikel ini

BARISAN.CO – Saya tidak mengerti virus. Saya bukan virologi. Yang saya tahu, virus itu makhluk terkecil yang berhasil diidentifikasi ilmuwan. Saking kecilnya, ia tidak bakal kelihatan oleh mata telanjang manusia. Butuh mikroskop elektron untuk menelisiknya, yang ternyata hanya seukuran 25-250 nanometer. Satu nanometer sama dengan seperjuta milimeter. Sungguh mungil, teramat sangat kecil.

Terus, ada yang mengungkapkan bahwa virus itu sejenis jin. Ia merujuk sabda yang dinilai sebagai sabda Nabi Saw., “Sesungguhnya (rayuan) setan mengalir dalam diri manusia seperti mengalirnya darah, dan aku khawatir jangan sampai setan mencampakkan keburukan dalam hati kalian.”

Namun, saya tidak bisa meyakini itu. Istilah “setan” yang dianggap sama dengan jin, dipahami sebagian orang sebagai virus. Sebagaimana virus Covid-19, yang hari-hari ini memandemi, sulit terdeteksi, persis jin yang tidak kelihatan oleh mata wadak.

Pekerjaan utama setan itu menggangu hidup manusia, juga selaras dengan virus menyusup ke dalam tubuh manusia, menyerang organ pernapasan, dan berujung kematian.

Virus tersebut bergerak secepat darah mengalir, dan hanya hidup dalam tubuh manusia. Tidak di tempat lain. Cuma pertanyaanya, apakah jin juga demikian? Terus terang, saya masih belum percaya virus itu jin.

Paling tidak dua alasan, pertama, sekira merujuk sabda Nabi Saw, beliau menandaskan agar kita hati-hati akan situasi jiwa, “Jangan sampai keburukan menimpa hati kalian!” Seakan Nabi agung itu mengingatkan bahwa setan hanya akan merusak jiwa, bukan fisik. Sementara, kita mafhum yang disikat virus covid-19 itu adalah fisik manusia.

Kedua, apalagi kita tengok status kemakhlukan setan dalam diri jin merupakan makhluk metafisika, sedang virus jelas makhluk fisika. Yang dihajar virus itu tubuh kasar atau badan jasmani, sehingga imun yang disarankan seputar imunitas tubuh, macam vitamin C, Vitamin E, rajin berjemur, dan seterusnya.

Berbeda dengan jin setan hanya mengganggu kejiwaan kita, kedirian kita. Maka imunitasnya pun imun jiwa, yakni keimanan, kedekatan diri kepada Tuhan. Adapun kesehatan jiwa memengaruhi kesehatan fisik, maupun sebaliknya—di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat—itu lain soal.

Kemudian, hari-hari ini pula banyak yang berspekulasi bahwa penyebaran virus itu by design. Lagi-lagi saya tidak berdiri di kelompok ini. Kecuali yang dimaksud perancang virus dan penyebarannya adalah Tuhan, baru 100 % saya percaya.

David Wallace -Wells, dalam buku Bumi Yang Tak dapat Dihuni, mendedah adanya wabah-wabah akibat pemanasan global. Bahwa perubahan iklim itu tidak main-main. Paling tidak dalam dua tahun ini kita mengalami cuaca tak menentu, panas dan curah hujan ekstrem.

David mencatat penyakit-penyakit yang terjebak dalam es dan tak beredar di udara selama jutaan tahun, kini mewabah. Banyak bakteri dan virus beku di Artika. Dan, mereka benar-benar membeku, tapi akhirnya hidup mengganas tatkala es meleleh. Mereka bermutasi, lantas bermigrasi ke mana-mana.

Penyakit purba itu berubah bentuk, mengalami evolusi lanjutan sebab pemanasan global. Kini, dunia panik. Pemanasan global yang disuarakan Greta Thunberg, aktivis lingkungan Swedia yang baru berusia 18 tahun, tidak begitu didengar. Greta sendirian menentang proyek industrialisasi negara-negara maju, dan agenda perusakan alam. Namun, begitu dampak lanjutannya menggila, kita semua terperangah. Dunia mengalami ketakutan akut. Di sini, satu per satu sahabat dan handai taulan bertumbangan akibat virus.

Lusinan vaksin pun didatangkan, tapi isu pemanasan global dan perubahan iklim tetap luput dari perhatian. Alam masih kita dudukkan sebagai alam statis. Alam yang tak berjiwa. Alam yang menempati ruang kosong tersendiri, yang mengada untuk dieksplorasi manusia.