Scroll untuk baca artikel
Kisah Umi Ety

Membudayakan Membaca Pada Anak (Bagian Dua)

Redaksi
×

Membudayakan Membaca Pada Anak (Bagian Dua)

Sebarkan artikel ini

SALAH satu cara utama dan pertama agar anak gemar membaca adalah dengan sering membacakan cerita ketika mereka belum bisa membaca. Orang tua perlu memperhatikan tentang cerita pavorit anak yang biasanya berbeda. Pada bagian terdahulu dikisahkan bacaan favorit Ira adalah Bamba Biru si Lumba. Sedangkan Adli menyukai buku-buku tentang Kereta Api.

Dibanding kakak dan adiknya, Aya hingga berusia 5 tahun belum memiliki buku favorit. Semua buku cerita yang bersifat dongeng dia sukai, kecuali tentang putri-putri. Jika minta diganti mesik belum selesai jika dibacakan cerita seperti: Cinderella, Putri Salju, Rapunzel, Putri Tidur, dan yang serupa. Tampaknya cerita dengan pakem yang mirip membosankan buat dia.

Saya cukup mengerti bahwa Aya memang lebih ekspresif dibanding saudara-saudaranya. Saya pilih bacaan dongeng dengan tokoh-tokoh hewan untuknya. Dengan pilihan itu, saya berkesempatan menunjukkan berbagai suara yang berbeda-beda dalam beberapa bagian bacaan, sesuai dengan tokoh-tokohnya.

Pada umumnya, tokoh dalam cerita anak tidak terlampau banyak, sehingga tidak terlampau sulit ditirukan. Ketika ada tokoh yang menyanyi, saya menirukan menyanyi. Tanpa ada notasi lagu, dengan syair yang ada saya cuma mereka-reka irama lagunya. 

Salah satu yang terus dia ingat hingga remaja adalah dari buku cerita Si Kue Jahe. “Larilah secepat angin. Mengejarku tidaklah mungkin. Akulah si Kue Jahe!” Kisahnya tentang kue jahe yang diminati banyak binatang untuk dimakan. Setiap ada yang mendekati dengan niat melahapnya, dia berlari sambil bernyanyi lagu tersebut.

Terbiasa mendengar bacaan dengan gaya bercerita demikian ternyata bermanfaat bagi Aya. Dengan karakternya yang lebih ekspresif dari saya, dia kemudian mampu bercerita lebih bagus. Ketika ada tugas dalam pelajaran bahasa Inggris tentang story telling, dia membuat guru dan teman-temannya terpesona. Aya membacakan kisah “Tiga Babi Kecil” (Three Little Pigs) tentang tiga ekor babi dengan seekor serigala besar jahat yang mau menyantap mereka.

Setiap babi punya rumah dari bahan yang berbeda yaitu  jerami, kayu dan batu bata. Rumah babi pertama yang didatangi serigala terbuat dari jerami. Serigala menyuruh keluar, babi ketakutan dan bersembunyi. Serigala meniup rumahnya dan hancur. Untunglah babi sempat berlari ke rumah saudaranya. Serigala mendatangi rumah kedua yang terbuat dari papan kayu. Menyuruh babi keluar dan meniup dengan tenaga yang lebih kuat. Rumahnya hancur juga. Mereka melarikan diri ke rumah babi ketiga yang terbuat dari batu bata. Serigala marah sekali. Ditiupnya rumah itu berkali-kali dan sekuat tenaga. Rumah dari batu bata yang jauh lebih kokoh tidak bergerak sedikitpun. Selamatlah ketiga babi kecil.

Cerita tersebut dibawakan Aya dengan sangat bagus. Suara tokoh-tokohnya, dari babi kecil yang ketakutan hingga suara serigala yang jahat meraung marah tampak hidup. Pendengarnya pun merasakan suasana tegang dan mencengkam. Gurunya sampai meminta Aya mewakili sekolah jika ada lomba story telling. Sayangnya belum pernah kesampaian antara lain karena bersamaan waktu dengan Olimpiade Sain Nasional (OSN) yang juga diikutinya.

Kembali ke masa kecil Aya, saat berusia lima tahun barulah ada cerita favoritnya untuk saya bacakan. Ceritanya berjudul “Sop Batu”. Kisahnya tentang tiga pengelana yang kelaparan, meminta makan pada warga sebuah desa tidak ada yang mau memberi. Kemudian mereka mencari akal dengan mengatakan akan membuat sop terenak dengan batu sebagai bahan utama.

Warga desa boleh mengicipi asal bersedia membantu. Dan ternyata, mereka bersedia. Para pengelana meminta wortel, kentang, sedikit ayam, daun bawang dan lain-lain bahan sayur sop. Akhirnya jadilah sop batu, sop terenak sedunia.